-

Wednesday, August 26, 2015

Kesenian Tradisional Surak Ibra Khas Garut

Kesenian tradisional Surak Ibra atau Boboyongan Eson berdisi sejak tahun 1910 di Kampung Sindangsari Desa Cinunuk Kecamatan Wanaraja Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Pencipta seni tradisional ini adalah Raden Papak (Raden Djajadiwangsa). Sumber lain ada yang mengatakan pencipta Surak Ibra adalah Bapak Ibra, seorang tokoh Silat Garut yang kharismatik.
Surak Ibra merupakan seni tradisional asli dari Kecamatan Wanaraja Kabupaten Garut yang dimainkan oleh minimal 40 orang, maksimal bisa mencapai 100 orang pemain bahkan bisa lebih. Kesenian Surak Ibra merupakan sebuah semboyan atau sindiran masyarakat terhadap Kolonial Belanda yang bertindak sewenang-wenang menindas rakyat Indonesia.
Surak Ibra mengandung makna kegotong royongan, Seni tradisional ini memberikan pelajaran tentang pentingnya gotong royong dan kebersamaan dalam mencapai tujuan dan cita-cita bersama antara pemerintah dan masyarakat. Surak Ibra juga mengandung nilai-nilai semangat kebersamaan, persatuan dan kesatuan. Kesesian tradisional Garut ini mengisyaratkan bahwa masyarakat saat itu menginginkan pemerintahan yang mandiri, berdaulat dan berkeadilan yang lahir dari kebersamaan dan persatuan.
Pemain Surak Ibra
(-) Minimal          = 40 orang pemain
(-) Sedang           = 60 – 80 orang pemain
(-) Maksimal       = 100 orang atau lebih
 Alat-alat seni tradisional Surak Ibra
(-) Obor dari bambu
(-) Gendang pencak
(-) Dogdog
(-) Angklung
(-) Keprak
(-) Kentungan bambu
Para pemain membentuk sebuah lingkaran, di tengah lingkaran seorang pemain dengan kostum yang berbeda menari-nari mengelilingi lingkaran. Sedangkan para penabuh alat musik lalu lalang di luar lingkaran dengan mengenakan baju warna-warni.
Pemain yang berada di tengah lingkaran dengan mengenakan kostum yang berbeda tadi akan dilempar ke atas berulang-ulang. hal ini menujukkan wujud rasa syukur, kegembiraan dan penghormatan.
Pada awal berdirinya kesenian tradisional tersebut merupakan kesenian yang digelar pada acara-acara pesta raja, namun seiring dengan perkembangan zaman, kesenian tradisional Surak Ibra ditampilkan pada acara Peringatan Hari-Hari Besar Nasional (PHBN) seperti perayaan HUT Kemerdekaan.
Kiki Kurnia
Sumber : www.galamedianews.com/budaya

Tuesday, August 25, 2015

Dua Bekal Sebelum Pergi Haji

Haji secara bahasa adalah berkunjung. Adapun secara istilah adalah berkunjung ke rumah Allah (Baitullah) dengan amalan tertentu dan dalam waktu tertentu pula. Inilah yang membedakan kunjungan ke Baitullah dalam rangka haji dan umrah.

Di antara amalan yang membedakan haji dan umrah adalah melaksanakan wukuf di Arafah dan melontar tiga jumrah di Mina. Di antara waktu yang membedakan haji dan umrah adalah bahwa pelaksanaan haji hanya berlangsung pada bulan-bulan tertentu. yaitu Syawal, Dzulqaidah, dan Dzulhijah.

Allah berfirman, "(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan tertentu, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu untuk mengerjakan haji maka tidak boleh rafats (mengeluarkan kata-kata yang mengundang syahwat atau kata-kata yang tidak senonoh atau melakukan hubungan seksual), berbuat fusuk, dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.
Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya." (QS al-Baqarah [2]: 197). Dengan kata lain, pergi haji semata-mata hanya untuk mengerjakan kebaikan demi kebaikan di rumah-Nya dan sekitarnya sesuai dengan tuntunan Rasul-Nya.

Maka, kunjungan ke Baitullah dalam rangka haji itu berbeda dengan kunjungan dalam rangka umrah. Apalagi dengan kunjungan ke tempat-tempat lainnya di manapun di muka bumi. Dengan begitu, bekal yang harus dipersiapkan pun tentu berbeda.

Sudah menjadi rahasia umum, kebanyakan KBIH (kelompok bimbingan ibadah haji) di Tanah Air memberikan pembekalan tertentu kepada jamaahnya yang akan pergi haji. Namun, umumnya lebih banyak ditekankan pada pembekalan secara fisik. Misalnya, dianjurkan berolahraga secukupnya, membawa obat-obatan pribadi, dan memperbanyak minum air putih ketika sedang berada di Arab Saudi.

Persiapan fisik itu memang penting. Tetapi, jauh lebih penting persiapan nonfisik. Sebab, akan me nentukan sahnya ibadah. Maka, jamaah yang tidak mengindahkan persiapan nonfisik itu dapat saja menyebabkan hajinya tertolak (mardud). Padahal, orang yang pergi haji semestinya memiliki target hajinya terkabul (makbul) bahkan mabrur/mabrurah.

Inilah target tertinggi. Lantaran Rasulullah SAW menyatakan mereka yang hajinya mabrur/ mabrurah itu dipastikan akan diganjar dengan surga. Sangat luar biasa. Pertanyaannya, apa bekal yang harus dipersiapkan sejak jauh hari sebelum pergi haji?

Pertama, niat pergi haji karena Allah semata. Maka, singkirkan segala macam niat yang justru akan menyebabkan hilangnya pahala ibadah ini. Allah berfirman, "Dan, mengerjakan haji itu (adalah) kewajiban manusia karena Allah. Yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah." (QS Ali Imran [3] : 97).

Kedua, bertekad menanggalkan kesyirikan. Maka, tanamkanlah kalimat talbiyah itu dalam dada. Bukan hanya diucapkan dalam kata-kata. Apalagi, bila sama se kali tidak tahu artinya. Ketiga, mempraktikkan ketakwaan/ketaatan kep ada Allah dengan sebaik-baiknya (QS al-Baqarah [2]: 197).

Oleh: Mahmud Yunus
sumber : www.republika.co.id

Friday, August 21, 2015

Berdoalah Selalu Agar Iman Terjaga

Bukan harta, apalagi jabatan yang menjadi bekal terbaik dalam hidup ini. Akidah yang kuat dengan iman yang kokoh menjadi energi terbaik dan membuat seseorang menjadi lebih kuat.

Diriwayatkan dari Jabir ra, ia berkata, "Pada Perang Uhud ada seorang yang bertanya kepada Nabi SAW, 'Apakah engkau tahu di manakah tempatku seandainya aku terbunuh?' Beliau menjawab, 'Di dalam surga.' Kemudian orang itu melemparkan biji-biji kurma yang ada di tangannya, lalu maju ke medan perang sampai mati terbunuh." (HR Bukhari dan Muslim).

Iman dalam setiap diri kadang naik dan turun. Karena itu, peliharalah dan pertahankan sebaik mungkin. Rasulullah SAW mengibaratkan iman sebagai perhiasan terindah, tergambar dalam doa, "Ya Allah, hiasilah kami dengan perhiasan keimanan. Dan, jadikanlah kami sebagai orang yang mendapatkan petunjuk dan memberi petunjuk kepada orang lain."

Hidup manusia selalu berada pada bukit, lembah, bahkan dasar jurang, semuanya serbaberliku dan menantang, butuh proses panjang dalam menjalaninya. Seperti roda yang terus berputar, kadang di bawah, kadang juga di atas. Ketika berada di atas, rasanya nyaman dan penuh rasa syukur menjalaninya.
Namun, saat terpuruk di bawah, penuh kesedihan, penyesalan, dan rasa kehilangan. Tak jarang, sebagian dari kita marah, protes atas takdir-Nya, berputus asa dan lari dari kenyataan dan mengakhiri hidup dengan konyol (bunuh diri).

Harta, takhta, jabatan, atau keluarga sekali pun belumlah cukup menjadikan diri manusia kuat menghadapi segala cobaan. Hanya keimanan yang menjadi obat sekaligus penguat dalam menyikapi segala persoalan kehidupan.

Iman yang kuat membuat manusia bijak dalam bersikap, berbuat, dan bertindak. Iman berfungsi sebagai perisai yang melindungi dari perbuatan jahat dan mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik. Dengan iman, sekeras apa pun cobaan yang menimpa, tidak akan menjadikan diri kita berburuk sangka kepada Allah SWT. Dengan iman, hidup menjadi lebih optimistis, selalu bersemangat, dan penuh makna.

Berdoalah selalu agar iman kita terjaga. Sesungguhnya, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, nisca ya diberi petunjuk oleh Tuhan karena keimanannya. (QS Yunus: 9).

Jauhkan diri kita dari kebodohan, kelalaian dalam beribadah, nafsu yang membawa kepada keburukan, dan berbuat maksiat karena akan mengurangi iman. Berlindunglah selalu kepada Allah SWT agar dilindungi dari godaan setan, godaan gemerlap duniawi yang melalaikan, dan teman bergaul yang berakhlak buruk. Kecenderungan manusia untuk menumpuk harta dan lalai kepada peran sejatinya sebagai hamba dan khalifah di muka bumi ini telah digambarkan Allah SWT dalam surah at-Takatsur.

Padahal, harta dan takhta hanyalah amanah dan alat untuk beribadah. Tetaplah pelihara hati agar jangan pernah sedetik pun berpaling dari Allah Yang Maha Rahman dan Rahim. Dengan keimanan, kebahagiaan dunia dan akhirat menjadi niscaya. Dengan keimanan pula, akan digapai ketenangan dan kemantapan jiwa.

Dalam Alquran surah an-Nahl ayat 97, Allah berfirman, "Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maup un perempuan dalam keadaan beriman maka sesungguhnya akan Kami berika n kepadanya kehidupan yang baik...."

Iman membimbing kepada ketaatan, keihklasan dalam beribadah, sabar menghadapi cobaan, dan tawakal kepada Allah. Hatinya selalu diliputi kepasrahan, ketenangan, penuh harap, dan ridha atas segala keputusan-Nya. Wallahu'alam.
Oleh: Iu Rusliana

,sumber : www.republika.co.id

Tuesday, August 18, 2015

Kasih Sayang Allah

Suatu hari, Rasulullah SAW dan para sahabat berjalan di tengah padang pasir. Saat itu, panas sinar matahari terasa menyengat, seolah membakar tubuh, bahkan menelusup menembus ke lapisan kulit.

Tiba-tiba, seorang ibu tampak sedang menggendong bayinya. Sang ibu dengan penuh perhatian mendekap buah hatinya. Ia berusaha melindungi bayinya agar tak terkena panas matahari.

Melihat pemandangan ini, Rasulullah menghentikan langkah para sahabatnya. Seolah mendapat tamsil kasus yang tepat, beliau bertanya, "Wahai para sahabatku, akankah ibu itu melemparkan bayinya ke dalam api yang membara?" Para sahabat menjawab serentak, "Tidak mungkin, wahai Rasulullah."

Kemudian, Rasulullah bersabda, "Ketahuilah, kasih sayang Allah jauh lebih besar daripada kasih sayang ibu itu terhadap bayinya. Dia-lah Yang Maha Rahman dan Maha Rahim!" (HR Bukhari-Muslim).

Kisah di atas mengajarkan bahwa sifat Allah yang khusus diberikan kepada orang-orang beriman pada hari akhir adalah ar-Rahman dan ar-Rahim. Kedua asma Allah ini (ar-Rahman dan ar-Rahim) berasal dari kata arrahmah. Menurut Ibnu Faris, seorang ahli bahasa bahwa semua kata yang terdiri dari hurufra, ha, dan mim mengandung makna “lemah lembut, kasih sayang, dan kehalusan.”

Kata ar-Rahman berasal dari kata sifat dalam bahasa Arab yang berakar dari kata kerja ra-ha-ma/, artinya ialah penyayang, pengasih, pencinta, pelindung, pengayom, dan para mufasir memberi penjelasan bahwa ar-Rahman dapat diartikan sebagai sifat kasih Allah pada seluruh makhluk-Nya di dunia, baik manusia beriman atau kafir, binatang, dan tumbuh-tumbuhan serta makhluk lainnya.

Dengan kasih-Nya ini, Sang Khalik mencukupkan semua kebutuhan hidup makhluk di alam semesta. Hanya saja, limpahan kasih ini hanya diberikan Allah pada semua mahluk selama hidup di dunia, di akhirat kelak kasih sayang ini hanya diberikan kepada orang beriman yang menjadi penghuni su rga.

Sementara itu, ar-Rahim (Yang Maha Penyayang) di dalam Alquran, Allah mengulangi kata ini sebanyak 228 kali, jauh lebih banyak dari asma Allah, ar-Rahman yang hanya disebutkan sebanyak 171 kali. Jika kata ar-Rahman sifatnya berlaku untuk seluruh manusia maka kata yang kedua ar-Rahim, sifat-Nya yang hanya berlaku pada situasi khusus dan untuk kaum tertentu semata.

Rahim juga disebut sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya janin. Di alam rahim inilah bermulanya kehidupan. Di alam rahim kehidupan ideal kita dijaga dan dipelihara. Bahkan, di alam rahim pula, setiap manusia dipersaksikan “apa dan ke mana” tujuan hidupnya.

Maka, tak heran apabila bayi dilahirkan, ia akan menangis, karena meninggalkan rahim yang melimpahkan sayang dan rasa aman. Di dalam sifat rahim Allah, kita akan hidup dengan aman, nyaman, penuh kemuliaan, sentosa, dan penuh keberkahan.

Maka, sebutlah nama-nama Tuhan yang indah, dalam setiap awal doa dan permintaan. Mereka yang selalu membasahi bibirnya dengan kata, ar-Rahman dan ar-Rahim, maka Allah akan melimpahkan  kasih sayang-Nya yang tak terbatas. Siapa saja dikasihi dan disayangi Allah. Maka, tak satu pun makhluk di dunia memiliki alasan untuk membenci kecuali mereka yang telah dikuasai nafsu angkara murka.
Oleh: Dadang Kahmad
sumber : www.republika.co.id

Friday, August 14, 2015

Empat Amaliah Istigfar

Dosa ibarat debu. Jika menempel dan tidak segera dibersihkan, akan berkarat dan kotorannya melekat kuat di hati. Sedangkan, usaha untuk membersihkannya tidak lain adalah dengan bertobat dan membaca istigfar.

Sebagai hamba Allah SWT yang tidak pernah luput dari salah dan dosa, sepantasnya kita memperbanyak istigfar, mohon ampun kepada Allah SWT. "Demi Allah, sesungguhnya aku beristigfar dan bertobat kepada Allah lebih dari 70 kali dalam sehari." (HR Bukhari). Dalam riwayat lain sampai 100 kali dalam sehari (HR Muslim).

Hadis di atas memberikan gambaran tobat dan istighfarnya Nabi Muhammad SAW. Meski telah mendapat jaminan ampunan dan surga dari Allah SWT, tapi beliau tetap bersungguh-sungguh dalam beristigfar dan bertobat kepada-Nya. Sebagai hamba-Nya yang tidak mendapatkan jaminan dari Allah, hendaknya kita mencontoh perilaku Baginda Nabi dan merasa malu kepadanya apabila kita lalai dalam memohon ampunan-Nya.

Paling tidak terdapa t empat keutamaan amaliah istigfar. Pertama, istigfar merupakan cermin akan kesadaran diri orang-orang yang bertakwa. “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah?” (QS Ali Imran: 135).

Kedua, istigfar merupakan sumber kekuatan umat. Kaum Nabi Hud yang dikenal dengan kekuatan mereka yang luar biasa, masih diperintahkan oleh nabi mereka agar senantiasa beristigfar untuk menambah kekuatan mereka.
“Dan (dia berkata), 'Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa'." (QS Hud: 52).

Bahkan, Rasulullah dalam salah satu hadisnya menegaskan bahwa eksistensi sebuah umat ditentukan di antaranya dengan kesadaran mereka untuk selalu beristigfar. Karenanya, bukan merupakan aib dan tidak merugi orang-orang yang bersalah lantas ia menyadari kesalahannya dengan beristighfar memohon ampun kepada Allah SWT.

Ketiga, istigfar dapat menolak bencana dan menjadi salah satu sarana turunnya keberkahan dan rahmat Allah SWT. Ketika menafsirkan surah al-Anfal: 33, “Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.”

Ibnu Katsir menukil riwayat dari Ima m Tirmidzi bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Allah telah menurunkan kepadaku dua pengaman atau penyelemat bagi umat dari azab dan bencana, yaitu keberadaanku dan istighfar. Maka ketika aku telah tiada, masih tersisa satu pengaman hingga hari kiamat, yaitu istigfar." Bahkan, Ibnu Abbas menuturkan bahwa ungkapan istighfar meskipun keluar dari pelaku maksiat dapat mencegah dari beberapa kejahatan dan bahaya.

Keempat, istigfar akan memudahkan urusan seseorang, memudahkan jalan mencari rezeki, dan memelihara seseorang. Dalam konteks ini, Ibnu Katsir menafsirkan surah Hud: 52 dengan menukil hadis Rasulullah SAW yang bersabda, “Barang siapa yang mampu mulazamah atau kontinu dalam beristighfar, maka Allah akan menganugerahkan kebahagiaan dari setiap duka dan kesedihan yang menimpanya, memberi jalan keluar dari setiap kesempitan, dan memberi rezeki dengan cara yang tidak disangka-sangka." (Ibnu Majah).
Oleh: Ustaz Arifin Ilham

sumber : www.republika.co.id