-

Wednesday, February 25, 2015

Mau Mengenal Aib Diri, Ini Cara Imam Ghazali

Kebanyakan manusia lupa pada aib yang melekat pada dirinya sendiri. Mereka juga menutup mata atas kekurangan-kekurangan yang ada. Sebaliknya, manusia malah selalu mengganggap dirinya lebih baik dibandingkan orang lain. Itu jelas bertentangan dengan firman Allah SWT yang artinya, "Maka janganlah ka mu menga - takan dirimu suci. Dialah yang paling me ngetahui tentang orang yang bertakwa." (QS an-Najm: 32).

Mengenal aib diri berarti menyadari kesempurnaan mutlak hanyalah milik Allah SWT. Sedangkan, kemaksuman hanya dipunyai oleh Rasulullah SAW. Kita tidak lebih dari seorang manusia yang diliputi beragam ke kurang an, baik dari sisi ilmu maupun amal. Rasulullah SAW bersabda, "Setiap anak Adam (manusia) banyak melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah yang (mau) bertobat." (HR Tirmidzi).

Imam Ghazali pernah berkata, "Kehidupan seorang Muslim tidak dapat dicapai dengan sempurna, kecuali mengikuti jalan Allah SWT yang dilalui secara bertahap.

Tahapan-tahapan itu, antara lain, tobat, sabar, fakir, zuhud, tawakal, cinta, makrifat, dan ridha. Karena itu, seorang mukmin wajib mendidik jiwa dan akhlaknya. Sementara, hati adalah cermin yang sanggup menang kap makrifat, kesanggupan itu terletak pada hati yang suci dan jernih. Imam Ghazali juga mengatakan, "Siapa hendak mengetahui aib-aibnya, maka ia dapat menempuh lima jalan.

Pertama, duduk di hadapan seorang guru yang mampu mengetahui keburukan hati dan berbagai bahaya yang tersembunyi di dalamnya. Kemudian, ia memasrahkan dirinya kepada sang guru dan mengikuti petunjuknya dalam bermujahadah membersihkan aib itu.

Ini adalah keadaan seorang murid dengan gurunya. Sang guru akan menunjukkan aib-aibnya dan cara pengobatannya, tapi pada zaman sekarang guru semacam ini langka.

Kedua, mencari seorang teman yang jujur, memiliki bashiroh (mata hati yang tajam), dan berpegangan pada agama. Ia kemudian menjadikan temannya itu sebagai peng awas yang mengamati keadaan, perbuatan, serta semua aib batin dan zahirnya sehingga ia dapat memperingatkannya. Demikian inilah yang dahulu dilakukan oleh orang-orang cerdik, orang-orang terkemuka, dan para pemimpin agama.

Ketiga, berusaha mengetahui aib dari ucapan orang yang membencinya. Sebab, pandangan yang penuh keben- cian akan berusaha menyingkapkan keburukan seseorang. Bisa jadi, manfaat yang diperoleh seseorang dari musuh yang sangat membencinya dan suka mencari-cari kesalahannya lebih banyak dari teman yang suka bermanis muka, memuji, dan menyembunyikan aib-aibnya.

Namun, sudah menjadi watak manusia untuk mendustakan ucapan musuh-musuhnya dan menganggapnya sebagai ungkapan kedengkian. Akan tetapi, orang yang mempunyai mata hati jernih mampu memetik pelajaran dari berbagai keburukan dirinya yang disebutkan oleh musuhnya.

Keempat, bergaul dengan masyarakat. Setiap kali melihat perilaku tercela seseorang, ia segera menuduh dirinya sendiri juga memiliki sifat tercela itu. Kemudian, ia tuntut dirinya untuk segera meninggalkannya. Sebab, seorang mukmin adalah cermin bagi Mukmin lainnya. Ketika melihat aib orang lain, ia akan melihat aib-aibnya sendiri.

Kelima, renungkanlah pendeknya umur. Andai kita berumur seratus tahun sekalipun, umur itu pendek jika dibandingkan dengan masa hi dup kelak di akhi rat yang aba di. Karena itu, lihatlah aib sendiri se belum menilai aib orang lain.
Oleh Bahron Ansori

sumber : www.republika.co.id

Tuesday, February 24, 2015

Berkahnya Hidup Seorang Muslim

JAKARTA -- Assalaamu alaikum wa rahmatullaahi wa barkaatuh. Masya Allah, alangkah indahnya, bahagianya, dan berkahnya hidup seorang Mukmin itu, tiada hari yang ia lalui dengan sia-sia karena hidupnya dalam keteraturan.

Ia mulai bangun malam untuk shalat malam, muhasabah diri, dan diiringi istigfar di waktu sahur, dan tadabbarul Quran jelang fajar.  Kakinya ia langkahkan untuk shalat subuh berjamaah di masjid.

Sebelum mencari rizki yang halal ia lebih dahulu shalat Dhuha, ia jaga kehormatan dirinya dengan rapih. Auratnya ia tutupi, tak mau menyentuh, dan disentuh yang bukan mahramnya.

Wajahnya bersih dan nyaman dipandang buah selalu terjaga wudhu, murah senyum, dan rendah hatinya. Ia selalu syukuri nikmat Allah dengan sedekah, hati dan lisannya bergerak basah, dan asyik dalam dzikir.

Inilah awal, keteraturan keseharian orang beriman yang terjadi setiap hari. Tiada waktu kecuali bernilai ibadah dan menjadi bekal persiapan di akhirat kelak.

Dan ia pun berazam mengamalkan hingga Allah mewafatkannya. Allahumma ya Allah tancapkan dihati kami, keluarga kami dan sahabat FB kami kekuatan dan keindahan iman, hiasilah hidup kami dengan kemuliaan akhlak dan selamatkan kami dari berbagai fitnah hidup di dunia sebentar ini…aamiin.
Sumber: Akun Facebook KH. Muhammad Arifin Ilham
Oleh: KH Muhammad Arifin Ilham


sumber : www.republika.co.id

Monday, February 23, 2015

Seruan Keadilan Ustaz Arifin Ilham

Keadilan adalah di antara buah rahmatan lil'aalamiin. Ia adalah misi terbesar Islam setelah kebenaran, bahasa setiap hati nurani, pilar kedamaian, ketenangan, keamanan, kesejahteraan, dan keselamatan. "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat bijak, berbuat baik pada kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS an-Nahl [16]: 90).

Keadilan adalah penyebab Allah jatuh cinta pada hamba-Nya (QS al-Muntahanah [60]: 8). Dan, Rasulullah SAW menempatkan sebagai peringkat pertama dari tujuh golongan umatnya yang mampu menegakkan keadilan sebagai pihak yang akan mendapatkan pernaungan ternyaman pada saat kegetiran Hari Pengadilan.

Ketahuilah, wahai saudaraku sebangsa dan setanah air, terutama para pemangku kepentingan di negeri ini! Allah melarang keras mereka yang mempermainkan hukum keadilan berdasarkan hawa nafsunya, kebencian, atau dendam atau tidak berbuat adil karena cinta, keluarga, atau kerabatnya. "Janganlah kalian berbuat zalim karena kebencian kalian." (QS al-Maidah [6]: 8). "Berbuat adillah walau kepada orang terdekatmu ...."(QS al-An'am [7]: 152).

Rakyat di republik ini menyaksikan dengan terang-benderang lakon para pemimpinnya. Kita sudah teramat kentara melihatnya, bagaimana mereka berani dan seperti tanpa dosa mempermainkan hukum dan keadilan. Diamnya rakyat bukan berarti tidak peduli, apalagi rakyat jelata yang sudah susah dan sesekali saja menemukan nasi dalam seharinya. Tumpukan kekecewaan, marah, dan kesedihan bercampur baur yang suatu saat pasti akan meruah tumpah. Untung masih ada iman, masih ada harapan, masih ada pejuang keadilan, masih ada anak bangsa negeri ini yang menangis di keheningan malam yang bermohon kepada Allah untuk keberkahan dan keselamatan negerinya. Meski hati nurani yang mengimani dahsyatnya Hari Keadilan sudah tidak dipedulikan lagi karena mata batin mereka sudah rabun dengan syahwat dunia.

//Ikhwah fillah//, keadaan ini seharusnya membuat kita semakin takut kepada Allah. Karena, kezaliman yang diperbuat oleh salah satu saja dari para pemimpin kita akan mengundang azab bala bencana. "Jika Kami berkehendak menghancurkan suatu negeri, Kami jadikan para pemimpin yang diamanahi kekuasaan itu berbuat zalim di negeri itu. Akibat perbuatan kezaliman pemimpin mereka, turunlah azab kepada mereka dan Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS al-Isra [15]: 16).

Simak dengan iman, “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kerabatmu. Jika itu kaya atau miskin, Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena menyimpang dari kebenaran. Dan, jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS an-Nisa [4]: 135).

Allahumma ya Allah, bimbing dan ajarkan kami agar semakin takut kepada-Mu dan takut pada hari akhirat yang semua tabir rahasia dibuka. Ya Rabb, kami rindu pemimpin yang berwibawa, yang sangat takut kepada-Mu, dan mengajak kami takut kepada-Mu. Pemimpin yang mengajak kami hidup dalam syariat-Mu dan bahagia dalam sunah Nabi-Mu. Duhai Allah, selamatkan kami dari murka-Mu. Amin.

Oleh: Muhammad Arifin Ilham

sumber : www.republika.co.id

Monday, February 16, 2015

Penataan Makam Prabu Tajimalela Diminta tidak Permanen

SUMEDANG, (PRLM).- Budayawan dan kuncen makam leluhur Sumedang, Prabu Tajimalela di Gunung Lingga, Desa Cimarga, Kec. Cisitu, meminta kepada pemda supaya penataan bangunan makam Prabu Tajimalela tidak permanen, seperti halnya penataan makam Prabu Geusan Ulun di Dayeuhluhur, Kec. Ganeas.
Jika penataannya permanen, khawatir keaslian dan nilai sejarahnya akan hilang. Sebab, makam Prabu Tajimalela merupakan salah satu cagar budaya di Kab. Sumedang yang dilindungi Undang-Undang RI No. 5/1992 tentang Benda Cagar Budaya.
“Mengingat makam Prabu Tajimalela ini merupakan cagar budaya, sehingga kalau ditata jangan permanen. Saya takut keaslian dan nilai sejarahnya akan hilang,” kata Kuncen Makam Prabu Tajimalela, Opan Sopandi (54) disela acara “Ziarah Bagian Humas dan Protokol Setda Kab. Sumedang ke Makam Prabu Tajimalela Dalam Rangka Penerbitan Majalah Tajimalela”, di pelataran makam Prabu Tajimalela di puncak Gunung Lingga, Desa Cimarga, Kec. Cisitu, Jumat (13/2/2015).
Menurut dia, kalau pun makam leluhur Sumedang tersebut akan ditata tahun ini, hendaknya difokuskan pada penataan kawasan, pembangunan sarana dan fasilitas untuk para perziarah dan pengunjung.
Penataan kawasan, seperti membuat TPT (tempok penahan tanah) di sekitar makam supaya tidak erosi. Selain itu, membangun pelataran yang luas untuk tempat tawasul para peziarah dan pengunjung.
“Apalagi setiap bulan Maulud, ribuan peziarah membludak di makam tersebut. Bahkan jumlah peziarah dalam semalam bisa mencapai 1.800 orang. Pelataran tersebut harus dibangun atap peneduh, supaya ketika hujan besar peziarah yang sedang tawasulan tidak bubar,” kata Opan yang juga Ketua Paguyuban Kuncen Panca Buana Kab. Sumedang.
Supaya tidak mengurangi keaslian nilai budaya dan sejarahnya, lanjut dia, lantainya jangan terbuat dari keramik, melainkan memakai batu alam supaya alami.
“Peneduhnya pun kalau bisa memakai ijuk dan rangka bangunannya menggunakan kayu dan bambu hingga menyatu dengan alam,” tuturnya.
Penataan lainnya, di sepanjang tangga batu menuju makam harus dipasang kayu atau bambu untuk pegangan supaya para peziarah dan pengujung tidak terpeleset atau jatuh.
Apalagi jalan tangga menuju makam di puncak Gunung Lingga sejauh 400 meter, sangat menanjak sehingga cukup melelahkan.
“Yang lebih penting lagi, penyediaan air bersih dengan membuat sumur dalam sekitar 200 meter disedot dengan jetpam. Pemasangan listrik, membangun musala dan WC umum juga menjadi bagian dalam penataan tersebut,” ujarnya.
Opan mengatakan, menurut informasi tahun ini makam Prabu Tajimalela memang akan ditata oleh Pemkab Sumedang melalui Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kab. Sumedang. Sumber anggarannya dari pemerintah pusat yang disatupaketkan dengan penataan kawasan Gunung Lingga sebesar Rp 10 miliar.
Pembangunan lainnya, yakni menata kawasan camping ground tingkat Jawa Barat, membangun kampung adat kabuyutan dan membangun sarana untuk penyelenggaraan event Paralayang.
“Saya sendiri sempat menghadiri beberapa kali rapat dengan dinas untuk membahas penataan tersebut. Melalui penataan itu, mudah-mudahan jumlah peziarah dan pengunjungnya bertambah banyak hingga akan mendongkrak perekonomian masyarakar dan pemasukan kas daerahdan desa,” katanya.
Hal senada dikatakan Sekretaris Umum Dewan Kebudayaan Kab. Sumedang, Tatang Sobarna, makam Prabu Tajimalela salah satu makam leluhur Sumedang dan termasuk cagar budaya di Kab. Sumedang.
Prabu Tajimalela atau Batara Tuntang Buana, salah seorang raja di Kerajaan Tembong Agung (721-778) yang menjadi pendiri Kerajaan Sumedang Larang. Oleh karena itu, keberadaan makam Prabu Tajimalela harus dipelihara dan dilestarikan kemurnian nilai budaya dan sejarahnya.
“Mengingat makam Prabu Tajimalela ini cagar budaya yang dilindungi Undang-Undang RI No. 5/1992 tentang Benda Cagar Budaya, sehingga penataannya jangan sampai mengurangi apalagi merusak nilai budaya dan sejarahnya. Kalau pun mau ditata, bangunan makamnya jangan permanen sebab bisa merusak dan mengubah bentuk benda cagar budayanya. Paling juga, menata pelatarannya dan membangun tembok supaya tidak erosi. Selain itu, penyediaan air bersih, listrik termasuk sarana lainnya,” kata Tatang.
Menyinggung ziarah ke makam Prabu Tajimalela, Kabag Humas dan Protokol Kab. Sumedang, Asep Tatang Sujana mengatakan, ziarah itu dalam rangka syukuran penerbitan majalah “Tajimalela” yang diproduksi dan dikelola oleh humas.
“Kebetulan nama majalahnya Tajimalela, sehingga sudah seharusnya kita berziarah dulu ke makam Prabu Tajimalela. Mudah-mudahan majalah “Tajimalela” ini, bisa melegenda seperti sosok Prabu Tajimalela sendiri,” katanya. (Adang Jukardi/A-89)***
sumber www.pikiran-rakyat.com

Tuesday, February 10, 2015

Alquran Sebut Tujuh Golongan Pewaris Surga Firdaus, Siapa Saja?

Selayaknya orang yang meninggal dunia dan bergelimang harta, semasa hidupnya pasti meninggalkan harta warisan. Sudah tentu anak-anaknya yang diwarisi harta benda berlimpah akan senang karena akan mendapat jatah harta warisan demi kesenangan dunia. Tak jarang dari sinilah timbul konflik antara keluarga ahli waris. Bahkan, ada yang sampai berujung perpecahan dan saling bunuh. Tentunya kita sebagai Muslim tidak menginginkan hal itu sampai terjadi pada keluarga kita.

Sebenarnya, Allah SWT telah menyiapkan warisan yang sangat berharga bagi setiap hamba-Nya. Bahkan, lebih berharga dari harta warisan orang tua kita. Dalam Alquran surah al-Mukminun [23] ayat 1-11 Allah SWT menyebutkan tujuh golongan pewaris Firdaus. Siapa sajakah mereka? Apakah kita termasuk ke golongan itu?

Pertama, orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya. Yaitu, orang-orang yang pada waktu salat memusatkan perhatian hanya kepada Allah serta ikhlas dalam menjalankannya. Memang, untuk mencapai khusyuk dalam shalat sangat berat. Tapi dengan ketulusan hati dan tetap fokus pada setiap apa yang kita baca serta menghayati artinya, kekhusyukan akan tercapai.

Dalam tafsir Ibu Abbas, orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya, yakni orang-orang yang merendahkan diri, tawaduk, tidak melirik ke kanan dan kiri, dan tidak pula meninggikan tangan mereka (mengangkat kedua sikut) dalam shalat.

Kedua, orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan tidak berguna, yakni orang-orang yang meninggalkan kebatilan dan sumpah yang tak perlu.
Ketiga, orang-orang yang menunaikan zakat. Zakat memberi banyak manfaat bagi pelakunya, di antaranya membersihkan diri dari sifat kikir dan cinta berlebihan pada dunia. Serta menyucikan hati sehingga menumbuhkan sifat-sifat kebaikan dalam diri.

Keempat, orang-orang yang menjaga kemaluannya dari perbuatan keji dan zina. Saat ini, menjaga kemaluan dari hal-hal yang haram terasa berat. Karena untuk m endekati perbuatan zina, sudah semakin mudah diakses. Untuk itu kita berusaha menahan hati dan pandangan agar tidak tergoda mendekati perbuatan terkutuk di mata Allah SWT.

Berusahalah setia terhadap istri yang kita miliki, sesungguhnya itu tiada tercela. Barang siapa mencari di balik itu, mereka itulah orang-orang yang melampaui batas, yakni orang-orang yang melanggar halal dan mengerjakan yang haram.

Kelima, orang-orang yang menahan pandangannya. Artinya, menjaga pandangan dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah SWT. Pandangan mata itu panah beracun yang membuat kita terjerumus ke dalam hal-hal yang diharamkan.

Keenam, orang-orang yang memelihara amanah dan menepati janji, yakni terhadap perkara-perkara yang diamanatkan kepada mereka, seperti shaum, wudhu, mandi janabat, titipan, dan sebagainya. Wa’ahdihim (dan janjinya) baik terhadap Allah SWT maupun terhadap sesama manusia. Raa’uun (memelihara), yakni menjaganya dengan cara menunaikannya.

Ketujuh, orang-orang yang memelihara salatnya, yaitu senantiasa menunaikan shalat tepat pada waktunya dan berjamaah di masjid bagi kaum Muslimin. Hal ini terasa berat bagi orang-orang yang tidak terbiasa. Banyak saja alasan yang menyebabkan mereka enggan menunaikan salat di masjid berjamaah.

Itulah ketujuh golongan, yakni si pemilik sifat-sifat tersebut. Humul waaritsuun (orang-orang yang akan mewarisi) merupakan orang-orang yang akan menghuni surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.

Sukses, selamat, dan berbahagialah orang-orang yang bertauhid dengan mengesakan Allah Ta’ala. Mereka termasuk orang-orang yang akan mewarisi surga, sedangkan orang-orang kafir tidak. Inilah buah yang mereka petik, panen raya amal perbuatan semasa di dunia. Ibadah, kesabaran, dan limpahan rahmat Allah membawa mereka berhak menerima warisan dari Allah. Semoga kita salah satu di antaranya. Aamiin. Wallahu’alam bish shawab.
Oleh: Suprianto
sumber : www.republika.co.id

Wednesday, February 04, 2015

Bertobat Sebelum Terlambat

Ada seorang pemuda ahli maksiat, peminum miras dan pengonsumsi Narkoba, bernama Utbah al-Ghulam, datang dan bergabung dalam majelis zikir Hasan al-Basri.
Saat masuk majelis, pemuda ini mendengar sebuah ayat yang sedang dibaca al-Basri: “Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka)…?” (QS.  al-Hadid/57: 16).

Setelah Hasan al-Basri menjelaskan kandungan ayat tersebut secara mendalam, para jamaah menangis tersedu-sedu. Tiba-tiba seorang pemuda berdiri dan menghampiri beliau, lalu bertanya: “Apakah Allah SWT masih mau menerima orang fasik lagi durhaka seperti aku ini apabila mau bertaubat?” al-Basri menjawab: “Ya, Allah akan menerima taubatmu, meskipun kefasikanmu dan kedurhakaanmu seperti Utbah al-Ghulam.

Ketika Utbah al-Ghulam mendengar jawaban al-Basri tersebut, wajahnya berubah menjadi pucat, seluruh tubuhnya gemetar, lalu menjerit kemudian pingsan. Setelah sadar, ia mendekati al-Basri.

Pemuda itu lalu membaca syair: “Wahai pemuda yang durhaka kepada Tuhan yang menguasai Arasy. Apakah engkau tahu apa yang menjadi balasan bagi orang-orang yang durhaka? Neraka Sa’ir adalah balasan bagi orang-orang yang durhaka. Di dalamnya mereka akan hancur. Kehancuran yang dahsyat itu akan terjadi pada hari dipegangnya ubun-ubun mereka. Jika engkau sabar (kuat) merasakan siksa neraka, maka teruskanlah kedurhakaanmu. Jika tidak, hentikanlah perbuatan durhaka itu. Kesalahan-kesalahan yang telah engkau perbuat itu karena engkau menghinakan dirimu. Karena itu, usahakanlah sekuat tenaga untuk menghindari kesalahan-kesalahan.
   
Setelah membaca syair tersebut, ia kembali menjerit dan pingsan. Setelah sadar ia berkata: “Wahai syeikh Hasan al-Basri, adakah Tuhan yang Maha Pemurah mau menerima taubat orang yang tercela seperti aku ini?” Beliau menjawab: “Tidak ada yang menerima taubat seorang hamba yang angkuh kecuali Tuhan yang M aha Pemaaf.
   
Setelah membaca kan syair tersebut, Utbah mengangkat kepalanya dan berdoa dengan tiga permohonan. ”Wahai Tuhanku, apabila Engkau menerima taubatku dan mengampuni dosaku, maka berilah aku kecerdasan dalam memahami dan menghafalkan al-Qur’an, sehingga aku bisa paham dan hafal setiap mendengar ilmu dan al-Qur’an.

Wahai Tuhanku, berilah aku suara yang indah nan merdu sehingga setiap orang yang mendengar bacaan al-Qur’an-ku  bertambah lembut hatinya, meskipun sebelum itu hatinya sangat keras.” “Wahai Tuhanku, berilah aku rezeki yang halal lagi baik (thayyib) dan rezeki dari arah yang tidak aku sangka-sangka.

Tak lama setelah itu, Allah SWT mengabulkan doa Utbah. Taubatnya diterima. Pemahaman dan hafalanya terhadap Alqur’an bertambah.
Setiap membaca Alqur’an, orang yang mendengarnya pun bertaubat, kembali kepada jalan Allah. Setiap hari di rumahnya ada semangkuk gule dan dua potong roti, tanpa diketahui siapa pemberinya.

Kisah tersebut menginspirasi kita semua untuk selalu menyadarkan diri sendiri dan bertaubat (kembali) kepada jalan kebenaran, jalan Allah, dengan meninggalkan segala bentuk kemaksiatan dan perbuatan dosa yang besar maupun kecil. Taubat  merupakan pintu gerbang menuju ampunan dan kasih sayang Allah, bahkan surga-Nya.

Keharusan bertaubat itu bukan hanya bagi pemaksiat, tetapi juga berlaku bagi semua orang beriman, karena muara dari taubat adalah keberuntungan dunia dan akhirat.
Taubat merupakan kunci ma’rifat (mengenal dan bersikap arif) kepada Allah SWT, sehingga dengan ma’rifat ini hamba dapat menjadi lebih mencintai dan mendekatkan diri kepada-Nya.

Karena itu, marilah kita selalu bertaubat sebelum terlambat karena Allah itu Maha Penerima taubat, dan karena kita tidak pernah tahu kapan ajal kematian itu menjemput kita. Wallahu a’lam!

Oleh: Muhbib Abdul Wahab
sumber : www.republika.co.id