-

Friday, October 23, 2015

Sekolah Anak Kita

Pilu rasanya hati melihat kenyataan yang menimpa anak-anak kita belakangan ini. Peristiwa kekerasan dan pelecehan seksual seakan menjadi rangkaian mata rantai yang belum juga bisa diakhiri.

Sebagian anak mengalami nasib malang karena dianiaya oleh orang tuanya sendiri. Begitu pula seorang anak SD menganiaya temannya hingga tewas. Hingga seorang gadis kecil ditemukan tewas di dalam kardus setelah mengalami kekerasan seksual.

Sejatinya, anak-anak adalah perhiasan hidup dunia yang menyenangkan hati orang tua. Mereka dilahirkan bersih, jujur dan tiada nista, fitrah dan selalu condong kepada kebaikan. (HR Bukhari). Anak kecil selalu tampil apa adanya sehingga kehadiran mereka selalu dinanti dan dirindukan dalam keluarga (QS 3: 14, 18: 46).

Anak belajar dari kehidupan sehingga mereka adalah produk masa yang dilaluinya. Karena itu, kita wajib menyediakan tempat-tempat belajar (sekolah) terbaik bagi mereka .

Ada empat sekolah yang membentuk kepribadian mereka. Pertama, keluarga. Sekolah pertama bagi anak adalah keluarga. Dalam sebuah keluarga dibangun tata sosial dan etika seorang anak. Ayah dan ibu menjadi guru utama untuk menanamkan akidah tauhid, syariat, dan akhlak (QS 2: 132-133, 31: 13-19).

Sikap, kata, dan perbuatan orang tua menjadi model dan rujukan utama bagi anak (kurikulum). Dr M Nasih Ulwan dalam buku Pendidikan Anak dalam Islam menyebutkan, keluarga menjadi wadah menanam akidah pohon tauhid dan syariat dengan keteladan, pembiasaan akhlak karimah, serta nasihat yang baik. Lalu, proses itu dikawal dengan pengawasan maksimal agar tumbuh menjadi pohon yang baik (syajaratun thayyibah).

Kedua, lembaga pendidikan (sekolah). Sekolah menjadi rumah kedua bagi anak, di mana tata sosial dibangun lebih terbuka. Sekolah harus menjadi komunitas baru yang aman dan nyaman agar anak bisa tumbuh normal bersama teman sebayanya.

Gur u layaknya orang tua kedua bagi anak. Kurikulum yang baik akan memban tu keluarga dalam pembiasaan sikap, kata, dan perilaku anak. Orang tua wajib memilih sekolah terbaik bukan termahal, yakni sekolah yang mengajarkan akidah lurus, syariat yang benar, dan akhlak yang baik.

Ketiga, lingkungan. Lingkungan sosial paling besar pegaruhnya, yakni kerabat, tetangga, teman sebaya, publik figur, tokoh masyarakat, pejabat negara, dan lainnya. Kejahatan, kekerasan, dan penyimpangan seksual sering kali dilakukan oleh orang dekat dan dikenal.

Orang tua harus memastikan anak pergi dengan siapa, di mana, main apa, dan berapa lama. Anak juga bisa belajar dari lingkungan alam sekitarnya. Jika alam masih terjaga, akan berdampak positif pada diri anak. Sebaliknya, jika alam rusak, hutan ditebang dan dibakar, polusi udara, asap kabut, dan hewan yang mati juga akan buruk bagi anak. Untuk itu, wajib bagi kita menjaga kelestarian alam semesta sebagai sekolah buat anak-anak masa depan.

Keempat, media. Sekolah keempat adalah media massa (cetak, elektronik, dan online), media sosial (Facebook, Twitter, dll), dan media komunikasi (HP, gadget). Dampak buruk siaran TV, internet, game online, gadget begitu nyata. Pornografi dan pornoaksi begitu mudah diakses.

Tayangan TV yang tidak mendidik dan HP yang merenggangkan hubungan keluarga. Warnet menjadi "sekolah" buruk yang bertebaran 24 jam. Anak pun bisa menjadi pribadi yang lemah, malas, dan pesimistis. (QS 4: 9).

Tidak ada kata lain kecuali kita harus hijrah berjamaah dari kemaskisatan, kezaliman, ketidakpedulian, kepura-kepuraan (ad-dzulumat) menuju ketaatan, keadilan, kepedulian, kejujuran (an-nuur). Kembali kepada keluarga dengan kasih sayang.

Oleh: Hasan Basri Tanjung

sumber : www.republika.co.id

Artikel yang Berkaitan

0 komentar:

-

Post a Comment