-

Friday, September 30, 2011

Okupansi Rendah, Kereta Api Harina dan Rajawali Dihentikan


Bandung - Dua rute kereta api yaitu Harina Pagi jurusan Bandung-Semarang dan Rajawali Semarang-Surabaya akan dihentikan mulai Sabtu (1/10/2011) mendatang. Dihentikannya pengoperasian dua kereta tersebut akibat okupansi penumpang yang rendah.

Tak hanya itu, keberangkatan kereta api Parahyangan Bandung-Jakarta juga akan dikurangi.

"Kita evaluasi kereta Harina okupansinya rendah, jadi kemungkinan akan dihentikan dalam beberapa hari ke depan. Tiket untuk Harina Pagi juga sudah tidak dijual," ujar Direktur Komersial PT Kereta Api Indonesia (KAI) Sulistyo Wimbo Hardjito usai mengikuti acara peringatan HUT Kereta Api ke-66 di Kantor Pusat PT KAI, Jalan Perintis Kemerdekaan, Rabu (28/9/2011).

Pertimbangan penutupan rute tersebut disebut Wimbo karena okupansi penumpang yang bahkan tidak mencapai okupansi minimal yaitu 60 persen dari total penumpang. Untuk kereta Harina Pagi misalnya, okupansinya saat ini di bawah 40 persen.

Kondisi yang sama juga terjadi pada kereta api Rajawali Semarang-Surabaya. Sementara untuk kereta Parahyangan jurusan Bandung-Jakarta, juga akan ada pengurangan jadwal. "Jadi nanti hanya ada jadwal pagi siang dan sore," katanya.

Pengurangan jadwal Parahyangan ini dikatakan Wimbo karena banyaknya moda angkutan jalan raya lainnya yang lebih dipilih masyarakat. "Karena Jakarta-Bandung dengan mobil itu lebih cepat, jadi kalah," katanya.

(tya/ern) sumber : bandung.detik.com

Istriku Meninggal Secara Mendadak

KISAH ini dialami dan ditulis oleh Ujang Rohana warga Kp. Kebonkapas, Ds. Waluya, Kec. Cicalengka. Kab. Bandung. Ia bekerja sebagai tukang jam. Ia harus banting tulang untuk menghidupi anak dan istrinya serta menyekolahkan anaknya. Namun, di tengah jalan istrinya meninggal. Setelah sang istri tiada, ia barlah tahu istrinya meninggalkan banyak hutang. Bekas modal usahanya. Apa yang Ujang lakukan? Inilah kisahnya.**

NAMAKU Ujang Rohama. Tapi, orang biasa memanggilku dengan sebutan Ujang Jam karena aku sehari-hai mangkal di emper toko sebagai PKL yang berjualan jam. Kendati hanya berprofesi sebagai penjual jam kecil-kecilan dengan penghasilan yang tidak seberapa, namun istriku yang sudah kunikahi selama 22 tahun sangat menyayangiku.

Dia selalu setia mendampingiku siang dan malam hingga kami dikaruniai dua putra yang sekarang sudah tumbuh dewasa. Penghasilanku yang serba pas-pasan membuat aku hanya bisa menyekolahkan anak-anakku hingga tamat SMA. Kendati demikian, aku merasa bangga, sebab putraku yang sulung itu sudah bekerja meski hanya sebagai buruh pabrik. Bahkan, si cikal sudah berumah tangga.

Selama kurun waktu itu, rumah tangga kami tentram dan damai. Istriku tak pernah merajuk meminta sesuatu di luar kemampuanku. Mungkin, dia sangat maklum, penghasilanku selama itu hanya cukup untuk makan sehari-hari. Tak hanya itu, istriku juga sangat penyayang dan penyabar. Dalam suka dan duka, dia tak pernah berpaling dariku.

Satu hal yang sangat terkesan, istriku pandai mengelola keuangan atau menurut orang Sunda, pinter ngajeujeuhkeun duit. Sehingga, meski penghasilan pas-pasan, namun kami sudah memiliki tempat tinggal sendiri di pinggiran Kec. Cicalengka, Kab. Bandung. Di gubuk kecil itulah, kami hidup dengan rukun.

Akan tetapi, pada suatu waktu aku ditimpa prahara besar. Istriku secara tiba-tiba jatuh sakit. Padahal sebelumnya dia tampak segar bugar tidak ada keluhan apa-apa. Bahkan, pada pagi hari dia sempat pergi ke pasar untuk berbelanja dilanjutkan dengan memasak. Siang hari, dia bermaksud mengirimkan pasakan itu untuk makan siangku.

Namun, baru beberapa meter dari rumah, langkahnya terhenti. Tiba-tiba saja perutnya terasa sakit. Diapun mengurungkan niatnya untuk pergi ke tempat ku mangkal yang jaraknya cukup jauh. Dia memilih kembali ke rumah. Setibanya di rumah dia meronta-ronta menahan sakit yang teramat sangat. Hal itu mengundang tetangga berdatangan menengoknya, tak kecuali tetangga baikku yang selama ini sudah kuanggap sebagai kakak kandung.

Mendengar kabat istriku sakit, aku segera pulang. Betapa sedihnya hati ini saat melihat kondisinya yang mengkhawatirkan. Istriku mengerang-erang sambil memegangi perutnya. Sebelumnya, aku mencoba mengobatinya dengan segala cara. Tapi, keadaannya bukannya bertambah baik, melainkan semakin mengkhawatirkan. Akhirnya, kami putuskan untuk membawanya ke rumah sakit.

Rupanya, perjalanan ke rumah sakit menjadi perjalanan terakhir bagi istriku. Di rumah sakit itu, dia menghembuskan nafasnya yang terakhir. Keadaan itu membuat dunia ini seakan gelap gulita. Kepalaku terasa pusing tujuh keliling. Tubuhku terasa lemah lunglai laksana tak bertulang. Saat itu, harapanku terasa kandas di tepian. Aku merasa bingung, bagaimana hidup ini tanpa kehadiran dia di sisiku. Apalagi putraku yang bungsu, meski sudah menginjak remaja, namun masih memerlukan perhatian seorang ibu.

Begitupun dengan putra sulungku yang tidak lama lagi akan menikah. Sedih rasanya, melaksanakan resepsi pernikahan sebagai langkah awal mengarungi bahtera rumah tangga tanpa disaksikan seorang ibu yang selama ini menyayanginya.

Aku sangat heran, mengapa istriku dipanggil yang Mahakuasa secara mendadak? Rasanya bagaikan diheulang. Sebelumnya sehat, tiba-tiba sakit hingga meninggal dunia. Aku teringat sesuatu. Sebelum tragedi itu menimpa keluargaku, di rumah kami beberapa kali menemukan ular hitam. Bahkan, lantaran takut menggangu, ular itu aku bunuh. Namun, saat di rumahku kembali ditemukan ular, sesuai anjuran tetangga baiku, ular itu dibiarkan hidup dan ku usir dari dalam rumah.

Kini, aku harus mengawasi anak-anaku terutama yang bungsu tanpa bantuan istri. Tegasnya, aku merangkap ayah juga ibu. Hingga saat ini, aku sangat merasa kehilangan. Sulit rasanya mencari pengganti istri yang setia pada suami.

Beberapa hari kemudian setelah istriku meninggal, aku sering kedatangan tamu yang menanyakan uang miliknya. Katanya, uang mereka dijadikan modal untuk digolangkan istriku. Rupanya, mereka merupakan teman bisnisnya. Aku sendiri selama ini tidak tahu kalau istriku diam-diam melakukan usaha untuk membantu aku. Rupanya, uang-uang itu masih berceceran di luar dan tidak sempat ditagih. Aku kini berusaha sekuat tenaga untuk membayar htang istriku dan aku berdoa, semoga Allah mengampuni dosa dan kesalahannya selama hidup. Ia adalah istri yang berbakti. Allah pasti mencatatnya. **
http://www.klik-galamedia.com/indexrubrik.php?wartakode=20110906022626&idkolom=kisah

Status Papandayan Siaga 3

GARUT,(GM)-
Sampai saat ini, status Gunung Papandayan masih bertahan pada siaga level III dalam kondisi fluktuatif (kadang naik, kadang turun). Artinya, statusnya masih dalam keadaan aman sehingga tidak perlu dikhawatirkan.

Namun, tidak tertutup kemungkinan, sewaktu-waktu statusnya naik menjadi awas, kendati hal itu sangat tidak diharapkan berbagai pihak.

Untuk mengantisipasi terjadinya status awas yang menuntut tindakan tanggap darurat, Komando Resort Militer (Korem) 062/Tarumanagara melalui Komando Distrik (Kodim) 0611/ Garut menggelar Geladi Posko I Kodim 0611/ Garut bertempat di area perkantoran Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Jabar Subunit Rumah Perlindungan Sosial Petirahan Anak, di Jalan Raya Cisurupan Km 19, Kec. Cisurupan, Kab. Garut.

Kegiatan yang diikuti berbagai elemen seperti kepolisian, Gerakan Pramuka, Taruna Bela Negara, Linmas, LSM, Orari, dll. itu akan dilaksanakan selama tiga hari berturut-turut, dibuka Selasa (27/9) oleh Danrem 062/Tarumanaga, Kolonel Inf. Asrobudi dengan skenario meningkatkan kualitas mekanisme hubungan kerja antara komandan dengan staf, dilanjutkan dengan mengantisipasi keadaan tanggap darurat.

Menurut Asrobudi, kegiatan itu bertujuan untuk melatih prosedur hubungan komunikasi dalam penanggulangan bencana alam apabila Gunung Papandayan meletus. Kegiatan itu juga sebagai bentuk latihan bersahabat dengan alam.

"Saat ini status Gunung Papandayan masih bertahan pada siaga level III. Kendati status ini masih bisa dibilang aman, namun tidak tertutup kemungkinan sewaktu-waktu statusnya naik. Akan tetapi, tidak seorang pun bisa memastikan kapan Gunung Papandayan meletus. Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika kita melakukan persiapan sebagai bentuk antisipasi sejak dini," jelasnya.

Danrem mengatakan, lebih baik mempersiapkan diri sejak dini namun Gunung Papandayan tidak meletus, daripada Gunung Papandayan meletus tapi sama sekali tidak ada persiapan. Ia juga berharap agar Gunung Papandayan tidak jadi meletus, sebab bencana ini sangat tidak diinginkan semua orang.

Dalam pelatihan itu juga ditentukan arah dan tempat pengungsian. Oleh karena itu, selaku direktur geladi yang bertanggung jawab penuh terhadap jalannya kegiatan, ia berharap agar peserta pelatihan memperhatikan titik pengungsian agar benar-benar aman dan nyaman.

Menurutnya, operasi tanggap darurat dilakukan apabila status Gunung Papandayan naik ke level awas. Kondisi ini diawali dengan pengumuman peningkatan kegiatan vulkanisme Gunung Papandayan. Memasuki status ini, penduduk yang bermukim pada radius 4 km harus dikosongkan. Begitu pun pada daerah yang dilintasi aliran lava pijar.

Sementara itu, Dandim 0611/ Garut, Letkol Arm. Edi Yusnandar, S.Ap. mengatakan, kegiatan Geladi Posko I merupakan persiapan peningkatan mekanisme hubungan kerja antara komandan dengan staf untuk melaksanakan penanggulangan akibat bencana alam.

Pelatihan itu juga merupakan upaya pemahaman dalam menanggulangi proses pengungsian dan pemberian bantuan kemanusiaan di wilayah masing-masing dalam rangka operasi militer selain perang untuk membantu pemerintah daerah dan masyarakat. (aji)**

Thursday, September 29, 2011

Babakan Siliwangi Resmi Jadi Hutan Kota Dunia

 TAMANSARI,(GM)-
Wakil Presiden Boediono secara resmi membuka Tunza International Children & Youth Conference On The Environment 2011 di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Jln. Tamansari. Pembukaan Tunza tersebut sekaligus menandai Babakan Siliwangi (Baksil) resmi menjadi hutan kota dunia, Selasa (27/9).

Pembukaan konferensi lingkungan internasional yang akan berlangsung hingga 1 Oktober mendatang itu, ditandai dengan permainan angklung oleh Wapres Boediono, Executive Director United Nation Environmental Program (UNEP) Achim Steiner, Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Agum Gumelar, serta Gubernur Jabar Ahmad Heryawan.

Pembukaan dilakukan setelah Boediono menyampaikan pidatonya dalam bahasa Inggris di hadapan tamu undangan serta para delegasi dari 150 negara, termasuk tuan rumah Indonesia. Sebelum wapres, sambutan disampaikan Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan dan Executive Director UNEP, Achim Steiner.

Dalam pidatonya, wapres yang mengenakan batik berwarna biru menyampaikan apresiasi sebesar-besarnya kepada UNEP yang telah mempercayai Indonesia, khususnya Kota Bandung sebagai tuan rumah pelaksanaan konferensi yang dihadiri sekitar 1.500 remaja dan pemuda dari 150 negara itu. "Ini merupakan dialog pemuda dan anak-anak untuk masa depan bumi yang lebih baik," kata Boediono.

Ia menuturkan, generasi muda dengan usia mulai dari 10-25 tahun yang hadir dalam konferensi, diharapkan akan menghasilkan kesepakatan bersama dalam upaya mendukung pelestarian lingkungan. Para remaja dan anak-anak yang membahas isu-isu penting berkaitan dengan lingkungan global itu, juga diharapkan bisa menginspirasi para pemimpin di dunia untuk sama-sama ikut peduli akan lingkungan.

Boediono juga menuturkan, anak-anak dan remaja merupakan pemimpin-pemimpin hari esok dan kewajiban orangtua untuk mendengar keinginan mereka.

Masa depan

Sementara itu, Executive Director UNEP, Achim Steiner menuturkan, ada miliaran anak dan remaja di dunia yang akan berpartisipasi dalam perekonomian dunia, yang kini memiliki konsep ekonomi hijau. Menurutnya, hal itu menjadi salah satu poin utama yang akan dibahas dalam konferensi Tunza 2011.

Ia menuturkan, dalam konferensi tersebut nantinya akan dibuat deklarasi pemuda yang menawarkan kesempatan dan kendaraan bagi anak-anak dan remaja, untuk mengirimkan pesan jelas dan seragam kepada pertemuan pemimpin dunia.

Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup, Gusti Muhammad Hatta menuturkan, konferensi yang kali ini mengambil tema "Reshaping Our Future Through a Green Economy and Sustainable Lifestyle" itu merupakan salah satu program UNEP guna menyempurnakan partisipasi dari anak-anak dan remaja dalam perbaikan lingkungan, pembangunan yang berwawasan lingkungan dan ekonomi hijau.

"Hasilnya akan menjadi peta jalan bagi Konferensi Pembangunan Berkelanjutan Rio+20 yang akan digelar di Brasil pada 2012," katanya.

Generasi penerus

Hal senada diungkapkan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan. Menurutnya, peserta konferensi merupakan generasi penerus dan memiliki peranan penting dalam pembangunan berwawasan lingkungan. "Secara khusus saya pun menilai, penetapan Babakan Siliwangi sebagai hutan kota dunia yang pertama di Indonesia harus dijaga, sekaligus upaya kita mendukung pengurangan emisi CO2," katanya.

Ia menuturkan, dipilihnya Kota Bandung memiliki arti yang penting. Di Kota Bandung lah digelar Konferensi Asia-Afrika pertama kali tahun 1955, yang kemudian menghasilkan kesepakatan bersama, Dasa Sila Bandung.

Konferensi Tunza, kata Heryawan, bisa menjadi titik tolak negara-negara Asia dan Afrika untuk berkembang dan bekerja sama dalam berbagai bidang. Ia pun berharap, para peserta dapat merumuskan visi dan misi untuk menyelamatkan lingkungan dan dikampanyekan oleh duta-duta lingkungan hidup di negara masing-masing. (B.114/adit)**

Delegasi Konferensi Tunza Minta Didengar Pemimpin Dunia

Bandung - Perwakilan peserta atau delegasi Tunza International Children & Youth Confrence On the Environment 2011 menyatakan keinginan mereka untuk bisa didengar oleh para pemimpin dunia. Mereka meminta agar para pemimpin dunia bisa membuat kebijakan yang mendukung penyelamatan lingkungan demi masa depan bumi.

Hal itu disampaikan dua perwakilan peserta yang masing-masing mewakili kategori anak dan pemuda. Mereka yaitu Adeline Tiffanie Suwana (14) asal Indonesia yang mewakili anak dan Linh Do asal Australia yang mewakili pemuda.

Keduanya menyampaikan harapannya agar suara dan pendapat dari para generasi muda tentang lingkungan bisa didengar. "Ini adalah kesempatan kita untuk bersuara dan bisa didengar," kata Adeline di hadapan ribuan peserta lainnya.

Hasil konferensi ini nantinya akan dituangkan dalam Deklarasi Bandung yang kemudian akan dibawa sebagai masukan dari anak dan pemuda di Konferensi PBB Rio+20 di Rio de Janeiro Brazil tahun 2012 mendatang.

(tya/avi)

sumber : bandung.detik.com

Tadarus Religi Puisi Godi

Oleh: ASEP SALAHUDIN
TIDAK pernah ada yang mengelompokkan bahwa puisi atau novel yang dibuat penyair Sunda, Godi Suwarna, yang baru saja pulang dari Jerman adalah karya sastra religius. Religiositas dalam karya sastra Sunda biasanya dinisbahkan kepada pengarang yang berangkat dari latar belakang dunia pesantren dan atau tema yang diangkat seputar kehidupan keagamaan.

Kalau religiosotas kita maknai sebagai aspek terdalam iman transendental yang dimiliki seseorang atau dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai yang bersifat religi, maka sesungguhnya karya Godi itu sangat religious.

Religiositas yang diusung Godi diacukan pada haluan hasrat untuk menjadikan agama sebagai nafas kehidupan tanpa digaduhkan oleh aktivitas keagamaan yang bersifat formalistik permukaan apalagi tafsir agama yang telah dibajak para politisi tengik untuk kepentingan dangkal syahwat kuasanya, untuk menunjukan seolah melakukan pembelaan terhadap syariat Islam padahal motif tersembunyi di belakangnya tak lebih adalah meraup keuntungan suara mayoritas dan selepas itu tak ada bedanya dengan "partai sekuler".

Cinta dan tautan keinsafan akan purwadakasi, wiwitan dan wekasan sebagai mataholang agama yang menjadi pangkal religiositasnya. Religiositas yang dijangkarkan pada semangat mewujudkan hidup yang santun sekaligus kesigapan yang penuh gairah dalam berhadap-hadapan dengan kematian. Nampak kita dapati dalam Jagat Alit, Surat-surat Kaliwat, bahkan juga dalam Blues Kere Lauk seperti dalam salah satu puisinya Grand Prix:

Nincak gas sataker kebek mobil sport ngagerung mangprung rek ngudag jorelat waktu da startna kapandeurian. Ah, tangtu kasusud tapakna, cek hate anjeun harita... Jalan lempeng, jalan nanjak, pungkal-pengkol kenca katuhueun jungkrang. Sakiceup demi sakiceup tihang bulan tihang tahun diliwatan... Dina hiji mangsa: anjog anjeun jeung nu sejen meh bareng ka garis finish; persis di jero kuburan tuluy nampa piala tetengger batu.

Melampaui diksi puasa
Walaupun diksi yang digunakan bukan puasa, "Petingan Romdon", "Laelatul Kodar", "Sajadah", "Tasbe", "Kiblat", "Dikir", "Lebaran", dan sebagainya, justru di sinilah titik menariknya. Bagaimana Godi dengan "Blues Kere Lauk", "Gatotgaca Gandrung", "Grand Prix", dan "Rolling Stones" mampu menghampiri Tuhan, minimal menanamkan kesadaran tentang pentingnya mengingat kuburan untuk menerima piala: tetengger batu! (batu nisan).

Bahkan haluan religiositas yang dihayati Godi, bukanlah religiositas yang bersifat ekslusif namun religiositas yang melintasi fromalitas agama malah menusuk langsung ke jantung iman. Religiositas yang tidak lagi dikerangkeng pura, gereja dan masjid namun justru melampaui semua tempat ibadah itu. Kita simak misalnya dalam "Rolling Stones":

...Tah, di lengkob nu burak-barik, tina batu demi batu, anjeun anteng nyipta pura-pura anyar, nyipta gereja-gereja anyar, nyipta masjid-masjid anyar, bari melak binih kembang dina kalbu balarea, bari nyatet aksara hanacaraka mapag balebat munggaran nu geus lawas jadi panyileukan anjeun!

Literasi religius

Sesungguhnya kalau kita membaca khazanah sastra Sunda, akan dengan sangat mudah menemukan karya sastra dengan tendensi keagamaan. Sastra dengan sebuah "misi" walaupun tidak musti verbalistik. Kita baca misalnya dalam "Jiad Ajengan" dan "Ceurik Santri", "Paguneman jeung Firaon" karya Usep Romli H.M., "Dongeng Enteng ti Pasantren" karya R.A.F., "Siti Masyitoh" Ajip Rosidi, "Nu Nyusuk dina Sukma" Chye Retty Isnendes atau kalau kita tarik ke belakang akan ditemukan misalnya "Purnama Alam" dan yang sangat fenomenal adalah dalam sejumlah dangding dan guguritan Haji Hasan Mustapa.

Bahkan kalau kita membaca kasus Haji Hasan Mustapa, karya sastra yang dibuatnya itu tidaklah lahir dari imajinasi yang bersifat imajinal (khayalan) tapi benar-benar berangkat dari sejarah keseharian pengalaman ruhaniahnya sebagai penganut sebuah tarekat.

Kalau Godi mengangkat "Rolling Stones" dan "Blues Kere Lauk" sebagai term modernitas dalam religiositas sastranya, maka Haji Hasan Mustapa justru menempatkan dirinya sendiri (kaaingan) relasinya dengan Tuhan sebagai pusat estetika religiositasnya dalam sebuah pencarian kebeneran yang rusuh.

Kita simak misalnya: Jung nutur-nutur suhud//Kalangkang ti sanubari//Mapay talapakan sanubari//Di mana nya mukti sari//Di mana Alloh kaula//Bisi pahili papanggih//Kadungsang-dungsang kasandung//Manggih lain manggih lain//Rek nanya nanya ka saha//Keur pada ngalain-lain//Teu kaur asa pasia/ /Asa enya asa lain//Diburu da lain kitu//Dilain-lain da bukti//Dijaga-jaga ka saha//Disidik-sidik aringgis//Wantu mapay nu neangan//Kapanggih aringgis lain.

Mengapa sastra religious dengan subur tumbuh di alam kebatinan para sastrawan Sunda bahkan dalam roh Godi Suwarna atau dalam "Anak Jadah"-nya Cecep Burdnasyah yang kerap keduanya dituduh sebagai manusia "abangan"? Jawabannya tentu di samping karena persoalan religiositas adalah persoalan asasi primordial yang ada dalam setiap insan, juga karena secara sosiologis Sunda adalah tanah yang telah menanamkan dengan intens dalam layar bawah sadar memori kolektif penduduknya tentang pentingnya posisi rasa (agama) hal mana dibuktikan dengan banyaknya digunakan diksi rasa seperti dalam telaah Tini Kartini: 1) Rasa teu beunang ku beja (rasa tidak dapat diwadahi wacana); 2) Top elmu ngarah rasana (ambillah ilmu untuk direguk rasanya); 3) Ngawula nurutkeun rasa (berbakti mengacu kepada rasa); 4) Aya rasa moal sarasa (ada perasaan, akan tetapi selalu ada ketidaksamaan); 5) Rasa rumasa (rasa dan penuh perasaan) 6) Rasa dipalsu pangrasa (perasaan dipalsukan oleh perasaan orang lain); 7); Niat kumaha rasa (tekad itu tergantung kepada rasa); 8) Lamun geus ti balik rasa tangtuna tibalik basa (kalau sudah terbalik perasaan, bahasa pun akan menyimpang); 9) Sarasana sarasana (masing-masing perasaannya).

Tentu saja suburnya religiositas dalam pakumbuhan sastra Sunda baik yang menggunakan idiom moderen seperti dilakukan Godi, idiom pesantren serupa diretas Usep Romli HM, spiritualisme santai-nya Acep Zamzam Noor, semangat kebangkitan ruh Islamnya seumpama Chye Retty Isnendes atau pun jauh ke belakang dari Hasan Mustapa yang merupakan bocoran pengalaman tarekatnya seharusnya menjadi kekayaan batin manusia Sunda yang sebanding lurus dengan tata kelola Jawa Barat yang lebih baik dan mensejahterakan. Bukan kebalikannya: sarwa basilat tak ubahnya propinsi sarwa satwa! (Penulis, kandidat doktor UNPAD Bandung, wakil rektor IAILM Suryalaya Tasikmalaya)**

Wednesday, September 28, 2011

Semua Bisa Jadi Starter


Pelatih Drago Mamic memberikan garansi, sebanyak 26 pemainnya memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi starter. Sebab, dalam pemilihan pemain yang akan ditampilkan dalam sebuah laga, pelatih berkebangsaan Kroasia ini tidak akan terpengaruh oleh status bintang seorang pemain.


Dikatakannya, meski berstatus bintang dan merupakan anggota tim nasional, pemain tersebut tidak akan dipilih jika bermain secara individual. "Dalam sepak bola yang terpenting itu 'team work'. Siapapun pemain yang mampu memberikan 'support' buat tim, itulah yang akan mendapat kesempatan bermain. Bukan pemain yang bermain untuk dirinya sendiri," kata Drago usai memimpin sesi latihan pagi di Gedung D'Groove, Jln. Soekarno Hatta Bandung, Senin (26/9).

Pernyataan Drago ini sekaligus angin segar buat para pemain yang dalam game internal di Stadion Si Jalak Harupat Soreang, Kab. Bandung, Sabtu (24/9) lalu tidak termasuk dalam kerangka tim yang sudah dirancangnya. Drago memastikan, dirinya tidak mempunyai 'line-up' baku untuk setiap pertandingan. "Jika ditanya siapa starter yang akan dipasang, saya akan selalu menjawab semua pemain adalah starter pilihan saya. Sebab, pemilihan pemain itu akan sangat tergantung kepada kondisi terakhir," kata mantan pelatih tim nasional Myanmar ini.***
Semua Bisa Jadi Starter

Polisi Butuh Kerjasama Masyarakat Membasmi Geng Motor

Bandung - Polisi mengaku tak bisa bekerja sendirian untuk mencegah keberadaan geng motor di Kota Bandung yang dideteksi mulai muncul kembali. Peran serta masyarakat sangat dibutuhkan untuk kerjasama memberantas geng motor.

Hal tersebut diungkapkan Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Widodo Eko Prihastopo saat ditemui di Balai Kota Bandung, Jalan Wastukencana, Minggu (25/9/2011).

"Polisi dan masyarakat harus bersama-sama membasmi geng motor," kata Widodo sambil mengingatkan langkah bersama yang dimaksud itu harus mengikuti aturan hukum dan jangan main hakim sendiri.

Menurut Widodo eksistensi geng motor di wilayah Kota Bandung dinilai tidak bakal habis. Pihak kepolisian, lanjut dia, siap bertindak tegas bila geng motor menebar keresahaan dan melakukan tindakan melawan hukum.

"Maka itu, masayarakat jangan segan-segan untuk menyampaikan informasi kepada polisi bila mengetahui berkumpulnya geng motor. Petugas quick respon di masing-masing wilayah langsung bereaksi dan mencegah hal-hal tak diinginkan," terang Widodo.

(bbn/avi)
sumber : bandung.detik.com

Sombong, Takabbur, Angkuh, Congkak, ataupun Arogan Adalah Watak Iblis


Watak Iblis

Oleh: Akhmad Arifin

Watak iblis telah dijelaskan dalam Alquran, meliputi: sombong, takabbur, angkuh, congkak, ataupun arogan (QS 38: 74) dan tentu saja ia tidak mau tunduk, patuh, ataupun taat pada Allah (QS 38: 75-76). Padahal, dia benar-benar mengetahui di dalam hatinya bahwa perbuatannya itu memang benar-benar salah dan sesat menyesatkan (QS 8: 48). Sikapnya selalu menunjukkan: membangkang dan membantah (QS 20: 116, 17: 62); mengakui dirinya lebih hebat (QS 7: 12), dan bahkan meremehkan manusia (QS 17: 62). Pun, hatinya diselimuti dengan iri, dengki, dan hawa nafsu yang jahil (tafsir Ibnu Katsir QS 7: 11). Dan, misi hidupnya hanya untuk menyesatkan seluruh umat manusia (QS 38: 82).

Dengan diperintahkan untuk bersujud kepada nabi Adam, anggapannya bisa merendahkan dan melumatkan dirinya. Sebab, iblis harus bersujud kepada makhluk yang diciptakan dari tanah sementara ia berasal dari api, yang menurut anggapannya lebih mulia daripada tanah. Sehingga ia mengira dengan sujud kepada nabi Adam adalah sebuah penghinaan sekaligus merendahkan atas kedudukannya. “Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku?” bangkang iblis tatkala berdialog langsung dengan Allah SWT (QS 17: 62).

Sama halnya dengan kalangan dari Ahli Kitab. Tahu betul dan sangat mengenali nabi Muhammad SAW seperti anak kandungnya sendiri (QS 2: 146, 6: 20) akan tetapi tetap saja tidak mau mengikuti kebenaran dari Rasulullah SAW (QS 2: 89).

Meski tahu betul dan hatinya membenarkan masih saja enggan masuk Islam. Padahal, mereka sering memohon kedatangan Nabi Terakhir untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir (QS 2: 89). Namun, setelah nabi Muhammad SAW diutus dan bukan dari keturunan mereka maka mereka ingkar karena hatinya diselimuti kedengkian (tafsir Ibnu Katsir QS 2: 89). Otomatis mereka menjadi kafir (QS 2: 34, 98: 6).

Dari sini sangatlah jelas bahwa mengenali, mengetahui, paham, benar-benar mengetahui, tahu benar, dan memercayai saja tidak cukup; harus diikuti dengan kepasrahan, tunduk, patuh, dan taat. Iblis itu tahu benar tentang Tuhannya, mengenal betul siapa itu Allah SWT; bahkan berkomunikasi langsung dengan Allah SWT (QS 38: 75-85). Ya, iblis itu berbicara langsung sama Allah SWT (QS 7: 11-18). Tapi anehnya, ia tidak mau tunduk, patuh dan taat serta menunjukkan membangkang dan membantah di hadapan Allah SWT (QS 15: 31, 20: 116). Maka dia termasuk golongan kafir (QS 38: 74).

Jadi, meskipun ada yang mengaku Muslim dan memang benar nota bene-nya muslim. Tapi, ia menunjukkan membangkang, membantah, dan tidak patuh bahkan menghujat Al-Qur’an dan Hadis, meragukan kebenaran-Nya, mengaburkan dan memanipulasi kebenaran, dan sengaja memutarbalikkan data dan fakta; maka ia sebenarnya masuk dalam katagori berwatak iblis.. Tipe makhluk semacam ini, Dr Syamsuddin Arif dalam Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, menamainya Diabolisme Intelektual, yang berarti pemikiran, watak, dan perilaku ala iblis ataupun pengabdian padanya.

Semoga kita terhindar dari sikap demikian.

Penulis adalah aktivis Masjid Kampus Raden Patah Universitas Brawijaya
sumber : www.republika.co.id

Tuesday, September 27, 2011

Transportasi Massal Harga Mati

Oleh: Drs. SADIYO
MEMASUKI usianya yang ke-201 tahun, pada 25 September 2011, Bandung sebagai ibukota Provinsi Jawa Barat yang dulunya dikenal dengan sebutan Parijs van Java, tumbuh dan berkembang menjadi kota besar yang setiap harinya selalu diwarnai dengan berbagai aktivitas warganya.

Bahkan aktivitas kehidupan warga Kota Bandung pun berangsur-angsur berubah. Kalau sebelumnya denyut nadi Kota Bandung berhenti menjelang tengah malam, kini hampir dapat dikatakan selama 24 jam jantung Kota Bandung selalu berdenyut. Dengan kata lain Kota Bandung sebenarnya memiliki posisi yang strategis dan potensi yang sangat besar untuk terus tumbuh dan berkembang sebagai kota megapolitan.

Memang disadari atau tidak, Bandung sudah beraglomerasi menjadi kota metropolitan. Sebab itu diperlukan upaya koordinasi dengan daerah otonom hinterland (perbatasan)-nya. Tujuannya, agar transportasi bukan menjadi barrier (pembatas) antar wilayah. Namun lebih jauh mampu menghasilkan sinergitas yang saling mendukung.

Apabila diamati, karakteristik jalan-jalan di Kota Bandung yang tidak terlalu panjang dan berkelok-kelok atau banyak persimpangan, memiliki potensi untuk terjadinya penumpukan kendaraan. Terlebih lagi, hampir rata-rata jalan di Kota Bandung tidak terlalu lebar badan jalannya, sehingga sangat memungkinkan menyebabkan terjadinya kemacetan.

Kondisi semacam ini tampak semakin menjadi persoalan, manakala jumlah kendaraan, baik roda dua maupun roda empat terus bertambah dari waktu ke waktu. Sementara lebar jalan lebih cenderung tidak berubah sama sekali atau tetap dari tahun ke tahun. Dampaknya lagi-lagi sudah dapat dipastikan, kembali akan terjadi kesemrawutan lalu lintas.

Kemacetan yang terjadi di sejumlah ruas jalan di Kota Bandung, berdampak pada kerugian material maupun immaterial yang tidak sedikit bagi warganya. Bahkan Prof. Ofyar Z. Tamin, seorang pakar transportasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) pernah melansir, dari sisi materi, kerugian akibat kemacetan ini mencapai puluhan miliar rupiah per tahun.

Kondisi tersebut baru dihitung dari dampak penggunaan bahan bakar minyak (BBM). Belum lagi kerugian lain yang harus diderita pengguna jalan, seperti terlambat tiba di tujuan, kerugian waktu, stress di jalan, dll. Dengan kata lain, jika dihitung dengan kerugian waktu dan lingkungan, maka tidak bisa dibayangkan berapa kerugian yang harus ditanggung dalam bentuk rupiah.

Pada hari libur, ternyata lalu lintas tidak lantas menjadi lengang. Malah pada beberapa ruas jalan seperti Dago, Cihampelas, Kopo, Sukajadi, Pasar Baru, Dalem Kaum, Martadinata (Riau), Cibaduyut, dan beberapa ruas jalan lainnya, mengalami kemacetan parah. Sebab itu dibutuhkan langkah serius dan komprehensif dari semua, guna mencari solusi terbaik.

Angkutan massal

Harus diakui, salah satu penyebab kurang optimalnya jaringan jalan karena sistem transportasi massal yang kurang optimal pula. Saat ini saja, di Kota Bandung terdapat 5.521 unit angkutan kota (angkot) yang melayani 38 rute. Ironisnya, tingkat isian angkot ternyata hanya sekitar 30%. Hal ini dipicu semakin sedikitnya masyarakat pengguna angkot karena sebagian dari mereka beralih menggunakan kendaraan pribadi, terutama sepeda motor.

Kondisi ini di sisi lain membuat potensi usaha di bidang transportasi umum Kota Bandung semakin rendah. Perlu ada upaya serius mengembalikan potensi bisnis ini yang sejalan dengan pembenahan sistem transportasi umum. Jaringan jalan yang sulit bertambah, sebisa mungkin harus dioptimalkan agar lalu lintas lancar diimbangi dengan peningkatan kualitas angkutan massal agar sarana transportasi umum menjadi pilihan utama masyarakat dibandingkan mobil pribadi dan sepeda motor.

Sejatinya, untuk menangani kemacetan di Kota Bandung, cara yang harus ditempuh adalah dengan menghadirkan angkutan massal yang representatif. Dalam artian angkutan massal itu harus benar-benar merakyat, yaitu murah, nyaman, aman dan tepat waktu. Angkutan massal tentunya sangat efektif dan efisien untuk sebuah kota yang besar dan padat seperti Bandung. Sebab dapat mengangkut penumpang dalam jumlah yang banyak dalam satu kali perjalanan.

Efektivitas sebuah transportasi massal dapat dilihat dari seberapa bisa alat tersebut mengantarkan penumpang hingga tujuan, dengan sarana dan prasarana yang ada atau akan diadakan. Sedangkan efisiensi dari sebuah transportasi massal bisa ditinjau dari kapasitas angkut penumpang, waktu tempuh, atau proporsi pengeluaran operasional dengan jumlah penumpang.

Alternatif solusinya, sebenarnya salah satunya ada pada DAMRI. Sudah sejak lama DAMRI menawarkan diri dalam penyediaan angkutan massal tersebut. Terlepas dari berbagai kekurangan pelayanan yang dikeluhkan konsumen, namun sedikit demi sedikit DAMRI terus melakukan pembenahan dan peningkatan pelayanan. Dengan kekuatan armada di atas 200 bus (kebanyakan AC), DAMRI sebenarnya siap melayani berbagai rute di Kota Bandung. Terlebih selama ini DAMRI sudah berkomitmen menjadi angkutan rakyat.

Contoh kasus di Jakarta, 130 kendaraan kecil hanya mengangkut 160 orang penumpang. Itu menandakan betapa banyaknya kursi-kursi kosong di jalan-jalan di ibukota. Kondisi serupa juga sejatinya terjadi di Kota Bandung, betapa banyaknya mobil pribadi yang hanya diisi oleh satu atau dua orang penumpang. Dampaknya jalanan di Bandung pun dipenuhi kursi-kursi kosong. Sangat ironis tentunya. Coba saja kalau mereka beralih ke angkutan massal, dipastikan jalan-jalan di Bandung tidak akan sepadat sekarang.

Sebab itu untuk mengatasi kemacetan yang terjadi di Kota Bandung, pemerintah harus berani menetapkan penggunaan angkutan massal atau angkutan massal merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar lagi. Karena dengan menggunakan angkutan massal sebagai moda utama transportasi di Kota Bandung, berarti pemerintah sudah mengembangkan kinerja sistem angkutan yang handal.

Selain itu, pemerintah juga sudah harus mengembangkan kinerja sistem jaringan jalan di Kota Bandung hingga mencapai standar pelayanan minimal yakni luas jalan di atas 5% dari luas wilayah, kondisi jalan 100% mantap, dan kecepatan lalulintas minimal 20 km/jam. Pemerintah harus berani berani menetapkan angkutan massal untuk trayek utama dan langsung, sedangkan bus sedang dan angkot untuk trayek cabang atau feeder. Tak kalah pentingnya pemerintah juga harus melakukan rekayasa lalu lintas yang berpihak pada kepentingan angkutan massal. Selamat ulang tahun Kota Bandung! (Penulis Kepala Perum DAMRI Bandung)**

Alarm Pengingat Keberadaan Tuhan

MENJAMURNYA buku-buku motivasi Islam akhir-akhir ini menandakan kebutuhan pengisian iman kita yang kerontang. Aktivitas yang menumpuk, masalah yang menggunung serta keterbatasan waktu untuk mendalami ilmu agama, membuat jurang pemisah antara kita dengan Sang Pencipta. Kita seolah sudah dilalaikan oleh dunia hingga khilaf kepada Pemilik dunia sesungguhnya. Buku ini bagai alarm yang mengingatkan kita untuk menuju kedamaian dan ketenangan tiada tara. Ketenangan abadi yang diperoleh dengan mengingat-Nya.

"Kang Soleh Naik Becak Menuju Surga" berkisah tentang optimisme dan kesyukuran menjalani hidup (hal. 6). Seorang bernama Soleh berprofesi sebagai penarik becak. Ketika tiba meninggalnya, ia ditemui malaikat untuk dihisab. Terjadilah proses hitung-menghitung amal. Ternyata keputusannya, ia beruntung dapat masuk surga. Keanehan ini dirasakan oleh seorang ulama tersohor, pemimpin yang jujur, dan seorang dermawan kaya yang meninggal bersamaan. Mereka harus menerima kenyataan masuk neraka. Maka lahirlah pertanyaan mengapa orang miskin seperti Soleh lolos masuk jannah Allah sedang mereka yang notabene "kaya amal" malah masuk neraka?

Keagungan Tuhan atas segala ciptaan-Nya, penulis lagukan dalam kisah "Rembulan di Langit Doha". Merupakan diari perjalanan penulis di sebuah kota bernama Doha. Suatu malam ia melihat rembulan yang begitu bulat dan terang menggantung di langit. Inilah yang membawanya pada rasa takjub Nabi Ibrahim yang menyangka bahwa bulan adalah Tuhan. Berbagai fenomena alam menunjukan eksistensi Tuhan, namun masih saja manusia tak mau beriman (hal. 36).

Sebuah kisah satir menggelitik ditampilkan penulis dalam "Dialog Imajiner Mbah Surip dan Mbah Marijan". Kedua sepuh yang terkenal dengan lagu nyentrik dan kuncen Gunung Merapi ini didapuk menjadi tokoh untuk memberi peringatan kepada manusia. Keduanya dikisahkan sedang menyicipi keindahan surga. Kemudian terlibat obrolan yang intinya merasa manusia begitu pongah. Kebanyakan manusia dengan mudahnya menhukumi seseorang syirik dan merasa dirinya paling baik (Hal. 31). Seperti yang dilakukan Alm. Mbah Marijan terhadap gunung Merapi dianggap sebagai membangkangan terhadap Keesaan Tuhan. Padahal kesetiaannya mengemban amanah kuncen untuk menjaga kelestarian alam merupakan amal yang patut dibanggakan? Dalam istilah agamanya, hablum minal 'alam (hubungan dengan alam) justru melengkapi akan hablum minallah dan hablum minannas.

Selain itu kisah pencarian cinta sejati dikupas dalam "Energi Cinta Jalaludin Rumi". Tokoh dalam kisah ini gelisah karena belumlah menemukan cinta yang ia damba. Ia selami samudra ilmu hingga akhirnya terdampar dalam percakapan dengan seorang Jalaludin Rumi. Dari beberapa guru yang ia singgahi, Rumi-lah yang berhasil memberi penawar dahaga pencarian cintanya. Hingga pada akhirnya tokoh berujar, "Aku menangis membayangkan semua kesia-siaan yang kulakukan. Ya Allah, anugerahilah aku setetes Cinta. Agar aku bisa mencintai-Mu dengan Cinta yang sesungguhnya" (hal. 51).

Buku ini memuat 12 kisah inspiratif dengan bahasa yang ringan dan mudah dicerna. Kisah yang disajikan pun tak ubahnya cerita pendek, bahkan ada beberapa cerpen di dalamnya. Seperti kisah "Subali dan Sarmi" yang menceritakan Subali seorang penjahat kelas kakap dan Sarmi, pelacur yang telah malang melintang di dunia gelap. Kedua tokoh tersebut ibarat replika manusia yang telah lama tercebur dalam lumpur dosa. Namun hati tetap tak bisa mungkir dari kegelisahan jiwa. Akhirnya sebuah titik terang mereka rengkuh dengan susah payah. jalan taubat kepada Tuhan ditempuh untuk mencapai kebahagiaan hakiki.

Buku ini sejatinya adalah kumpulan cerita inspiratif. Cerita dengan genre motivasi Islami. Namun, sayangnya ada beberapa cerita yang sepertinya keluar dari jalur. Mungkin maksud penulis adalah menuangkan kisah kesehariannya. Namun sayangnya malah melantur dan keluar dari rel tema. Seperti pada cerita "Pengembaraan Jaka Umboro". Memang dalam cerita dikisahkan bahwa Jaka Umboro bermaksud untuk memberantas kebatilan. Namun isinya lebih banyak tentang pertikaian dan diwarnai aksi silat. Penulis seakan melempar kita pada suasana konflik novel silat "Wiro Sableng" atau "Si Buta dari Gua Hantu". (Ade Fariyani, Aktivis Forum Lingkar Pena Bandung)**

Penyakit Lupus Hantui Wanita Aktif

Penderita penyakit lupus atau yang dikenal dengan penyakit seribu wajah, setiap tahun bertambah sekitar 100 ribu kasus. Saat ini di dunia terdapat 5 juta odapus (orang dengan lupus).

"Sementara di Jawa Barat, diperkirakan ada sekitar 4.200 orang dengan 90% penyandang lupus merupakan wanita aktif usia produktif antara 15-45 tahun," ujar pemerhati Lupus, dr. Rahmat Gunadi SpPD-KR dalam workshop dan pelatihan lupus bagi dokter puskesmas se-Jabar yang diadakan oleh Syamsi Dhuha Foundations di Bapelkes, Jln. Pasteur, baru-baru ini.

Sedangkan angka estimasi untuk Indonesia, terdapat sekitar 300 ribu orang. Bila terdeteksi dini, penanganannya pun akan lebih mudah. Apalagi penyakit ini sebetulnya bisa menyerang berbagai sistem dan organ tubuh, bahkan sering mengancam jiwa.

Sebetulnya, jalur rujukan dan koordinasi beberapa wilayah di Jabar sudah baik. Seperti di Kab. Sumedang, Tasik, Garut, Cirebon, dan Kab. Subang. "Namun masih perlu ditingkatkan untuk jalur komunikasi dan penataan DPL di tiap kabupaten dan kotamadya," tuturnya.

Ketua SDF, Dian Syarief mengatakan, guna membantu deteksi dini penyakit lupus diadakan pelatihan yang diikuti 100 dokter umum puskesmas yang antara lain bertugas di Garut, Ciamis, Bogor, Karawang, Kuningan, dan Banjar.

"Melalui pelatihan ini diharapkan dokter puskesmas yang merupakan ujung tombak pelayanan medis bagi masyarakat, khususnya di daerah dapat meningkatkan kepedulian dan kejeliannya dalam menegakkan diagnosis dini lupus," tuturnya.

Setelah pelatihan diharapkan para dokter umum ini dapat segera merujuk pasien yang dicurigai lupus. Dengan demikian, semakin banyak pasien yang dapat terselamatkan jiwanya.

"Apalagi, penyakit ini susah untuk dikenali. Sebagai contoh ada odapus yang dinyatakan dan diobati untuk alergi kulit selama lebih dari 2 tahun. Baru terdiagnosis lupus setelah ia mengalami penurunan kesadaran dan kejang," terangnya. (B.107)** sumber : (GALAMEDIA)

Monday, September 26, 2011

Tadabur Ayat dan Alam


Tadabur Ayat dan Alam

Oleh Muhbib Abdul Wahab


Diriwayatkan Ibn Hibban bahwa suatu hari Ubaid bin Umar dan Atha' menemui Aisyah ra, dengan maksud belajar tentang Islam. Ubaid berkata, "Wahai Aisyah sampaikanlah kepada kami sesuatu yang paling mengagumkan dari kehidupan Rasulullah SAW." Mendengar permintaan itu, Aisyah menangis. Setelah itu, ia menceritakan bagaimana Rasul beribadah dan bertadabur di malam hari.

Kata Aisyah, Rasulullah pernah shalat tahajud sangat lama. Beliau meminta Aisyah membiarkannya berlama-lama dalam beribadah kepada Tuhan-Nya. Aisyah berkata, "Demi Allah, aku ingin selalu dekat denganmu dan melakukan sesuatu yang membahagiakanmu." Rasul hanya tersenyum, kemudian melanjutkan shalat tahajud.

Aisyah mengisahkan, saat shalat, Rasul menitikkan air mata. Air mata itu mula-mula hanya membasahi pipi, lalu jenggot beliau, sampai akhirnya membasahi tanah tempat beliau shalat. Rasul tak henti-hentinya menangis dalam shalat itu, hingga Bilal mengumandangkan azan Subuh. Aisyah bertanya, "Mengapa engkau menangis seperti itu? Tidakkah Allah telah mengampuni dosamu yang lalu maupun yang akan datang?" Rasul menjawab, "Sungguh aku ingin menjadi hamba Allah yang pandai bersyukur!"

Rasul melanjutkan, "Wahai Aisyah, aku menangis seperti itu karena Allah baru saja menurunkan  ayat kepadaku. Orang yang membaca ayat (QS Ali Imran [3]:190-191) ini, akan celaka jika tidak menadaburinya.

Tadabur artinya memahami dan merenungkan makna untuk kemudian menjadikannya sebagai pelajaran. Salah satu cara tadabur ayat yang diteladankan Rasul adalah membaca ayat dalam shalat tahajud secara tartil, penuh penghayatan, dan keterlibatan hati dan pikiran kemudian mengamalkannya dalam kehidupan.

Ayat yang dibaca Rasul dalam shalat tahajud tersebut tidak hanya mengharuskan kita tadabur ayat Alquran, tapi juga tadabur alam (ayat-ayat kauniyyah). Alam sangat sarat dengan tanda-tanda kekuasaan, kebesaran, dan keagungan Allah. Tadabur ayat menjadi lengkap dan seimbang jika disertai dengan tadabur alam.

Tadabur ayat dan tadabur alam sama-sama bernilai ibadah. Tadabur ayat mengantarkan kita pada pemahaman dan pemaknaan teks kitab suci, sedangkan tadabur alam membimbing kita untuk mengerti konteks, hukum-hukum kausalitas, dan hidup harmoni kepada alam raya. Tadabur ayat dan alam mengharuskan kita bersikap rendah hati terhadap keagungan Ilahi. Keduanya memotivasi kita untuk selalu membaca, meneliti, memahami, dan mengaktualisasikan diri kita menjadi hamba yang pandai bersyukur.

Dengan demikian, kita baru layak disebut hamba yang pandai bersyukur, jika selalu melakukan tadabur ayat-ayat Quraniah  sekaligus ayat-ayat kauniyyah secara terpadu dan seimbang. Merasakan dan memahami kebesaran Allah tidak cukup melalui ibadah ritual seperti shalat, tapi harus pula melalui penelitian dan permenungan terhadap aneka ciptaan Allah di alam raya ini.

Integrasi pemahaman ayat-ayat Quraniah dan ayat-ayat kauniyyah idealnya merupakan basis pengembangan imtak dan ipteks (ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni). Karena itu, setiap Muslim harus meyakini bahwa semua ciptaan Allah di alam raya ini dapat menjadi "laboratorium hidup" bagi kita semua.

sumber : www.republika.co.id

Mari Melanjutkan Amalan Ramadhan


Mari Melanjutkan Amalan Ramadhan

Oleh Ustadz Muhammad Arifin Ilham


Belum terlambat jika kita ingin mengevaluasi tentang kesuksesan Ramadhan yang baru dua pekan lebih meninggalkan kita ini. Di antara ukuran kesuksesan penempaan Ramadhan ada pada empat amalan berikut ini. Jika terjaga dan apalagi meningkat, insya Allah, sukseslah Ramadhannya. Dan, boleh jadi dialah yang paling berhak menyandang gelar al-muttaqiin, orang yang bertakwa. (QS al-Baqarah [2]: 183).

Pertama, tetap mau berpuasa. Karena kita berada pada bulan syawal, puasa yang dimaksud adalah puasa sunah enam hari di bulan Syawal. Bulan yang menyimpan arti dan pesan luhur sebagai bulan peningkatan amal. Abu Ayyub al-Anshari ra meriwayatkan, Nabi SAW bersabda, "Barang siapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun." (HR Muslim).

Hadis tersebut tidak semata-mata dilihat dari sudut pandang bilangan puasa yang hanya enam hari, tapi juga dilihat dari sudut pandang puasanya. Puasa Syawal merupakan salah satu bukti nyata amal saleh berupa puasa yang terus berlanjut, tidak menurun.

Syawal adalah kelanjutan Ramadhan, baik dalam keterkaitan bulan-bulan Hijriah (Qamariah) maupun kelanjutan amal-amal saleh. Semangat kita dalam beramal saleh, baik itu yang sifatnya ibadah personal maupun sosial, tidak boleh kendur. Maka, amalan yang kedua sebagai ukuran kesuksesan Ramadhan adalah tradisi tadarus (membaca) Alquran. Kebiasaan membaca Alquran ini minimal harus terjaga, syukur-syukur meningkat.

Membaca Alquran menunjukkan sikap kecintaan seorang Muslim kepada Allah dan Rasul-Nya. Dengan membaca Alquran, seorang Muslim berarti berkomunikasi dengan Allah. Selain itu, pembaca Alquran akan diberi reward (balasan) 10 kebaikan dari setiap satu huruf yang dibaca. Dari Alquran yang dibaca, maka pembacanya akan terbimbing oleh petunjuk-Nya, di antaranya berupa keadaan hati yang tenang, pikiran yang jernih, dan amalan yang terjaga. Bila terbiasa membaca Alquran, pembicaraannya penuh hikmah sehingga orang mau mendengar. Jika berdoa, tidak ada penghalang. Melazimkan Alquran akan dapat syafaat sakaratul maut, baik di alam kubur maupun di akhirat kelak.

Amalan ketiga adalah shalat malam. Di bulan Ramadhan kita telah terbiasa shalat tarawih. Oleh karena itu, di bulan Syawal dan di bulan-bulan berikutnya tahajud bisa menjadi amalan primadona dan khas untuk aktivitas malam kita. "Pada malam hari, hendaklah kamu shalat tahajud sebagai ibadah tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhan mengangkat kamu ke tempat yang terpuji." (QS al-Isra [7]: 79).

"Seutama-utama shalat sesudah shalat fardhu ialah shalat sunah di waktu malam." (HR Muslim). "Sesungguhnya pada waktu malam ada satu waktu. Dan seandainya seorang Muslim meminta suatu kebaikan di dunia maupun di akhirat kepada Allah SWT, niscaya Allah SWT akan memberinya. Dan, itu berlaku setiap malam." (HR Muslim).

Keempat, sedekah. Sedekah merupakan penolak bala, penyubur pahala, dan melipatgandakan rezeki; bagai sebutir benih yang ditanam akan menghasilkan tujuh cabang, yang pada tiap-tiap cabang itu terjurai seratus biji (QS al-Baqarah [2]: 261). Selain itu, seorang hamba akan mencapai hakikat kebaikan dengan sedekah (QS Ali Imran [3]: 92).
sumber : www.republika.co.id

Sunday, September 25, 2011

Braga Tetap Mempesona

Jalan Braga bagaikan mata air yang tak pernah kering bagi seniman. Dari dulu hingga sekarang banyak karya seni yang terinspirasi oleh Jln. Braga. Pada Braga Festival 2011, 23-25 September, pengunjung dapat menikmati karya seni yang lahir dari persentuhan para seniman dengan jalan legendaris tersebut.

Dari sekian banyak performance art di gelaran Braga Festival 2011, instalasi aspal layak untuk disimak. Instalasi yang dipamerkan di Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan (YPK), Jln. Naripan ini mengajak para pengunjung untuk lebih jauh mengenal Jln. Braga.

Instalasi karya Tisna Sanjaya ini lebih menyoroti kebobrokan dan kehancuran Jln. Braga setelah diganti dari aspal dengan batu andesit. Karya seni berupa tumpukan drum aspal yang sudah kosong ini --sebagian bertuliskan ekspresi seni untuk jalan serta aspal untuk Jln. Braga-- menggambarkan dukungan seniman terhadap perubahan Jln. Braga. Namun bukan mendukung atau meminta Jln. Braga diaspal kembali. Instalasi ini merupakan bentuk keprihatinan seniman pada kondisi Jln. Braga saat ini.

"Instalasi ini saya buat untuk mengingatkan Pemerintah Kota Bandung untuk segera memperbaiki Jln. Braga yang amburadul," ujar Tisna yang ditemui di Gedung YPK, Jln. Naripan Bandung, Jumat (23/9).

Menurut Tisna, dengan kondisi Jln. Braga yang rusak, dirinya sangat yakin masyarakat pengguna sangat terganggu. Bahkan ada beberapa di antaranya yang mengalami kecelakaan, sehingga menimbulkan trauma dan tidak mau melintas di Jln. Braga lagi. "Pemerintah mungkin juga tahu, namun kepedulian untuk segera memperbaiki jauh panggang dari api," katanya.

Berbarengan dengan gelaran Braga Festival, Tisna Sanjaya bersama empat rekannya, Isa Perkasa, Rahmat Djabaril, Deden Sambas, dan Diyanto akan melakukan performance art berupa karya lukis di tengah-tengah Jln. Braga.

Karya mereka akan dilelang dan hasilnya akan disumbangkan ke Pemkot Bandung untuk perbaikan Jln. Braga. "Berapa pun hasilnya, kami akan serahkan ke Pemkot Bandung. Silakan saja mau dibelikan apa," ungkapnya.

Penuh sampah

Di tempat yang sama ada pula instalasi saluran air yang mampet akibat sampah, terutama sisa botol plastik bekas minuman mineral sepanjang 50 meter dengan berat 100 kg. Instalasi ini merupakan karya Isa Perkasa, yang menggambarkan kondisi saluran-saluran air di Kota Bandung yang dipenuhi sampah.

"Kita tidak bisa memungkiri, saluran air di Kota Bandung, mulai Sungai Cikapundung sampai selokan-selokan kecil dipenuhi sampah. Artinya, kepedulian masyarakat Bandung masih kurang," terangnya.

Botol dan gelas plastik ini, dikumpulkan Isa selama lebih dari seminggu di wilayah Ledeng, Kota Bandung. Bisa dibayangkan, jika sampah plastik dan botol serta gelas plastik se-Bandung dikumpulkan hasilnya bisa mencapai 100 ton lebih dalam sebulan.

"Makanya jangan sepelekan keberadaan tukung cindeuw (tukang pulung). Mereka telah berjasa mengurangi tumpukan sampah," ujar Isa.

Namun keberadaan para tukang cindeuw ini sering dianggap sepele, bahkan dianggap sampah oleh masyarakat. Bisa dibayangkan, jika sampah plastik, gelas dan botol plastik tidak dikumpulkan mereka, Kota Bandung menjadi kota lautan sampah. "Melalui instalasi ini, kami mengajak kesadaran masyarakat terhadap sampah," ujar Isa.

Dikeluhkan warga

Sementara itu, warga sekitar Jln. Braga, mengeluhkan pelaksanaan Braga Festival yang mengganggu aktivitas mereka. Terlebih pelaksanaan Braga Festival menurut mereka tidak memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar.

"Sebetulnya pelaksanaan Braga festival mengganggu aktivitas masyarakat yang ada di sekitar Braga. Terutama terkait masalah akses jalan yang ditutup panitia, sehingga untuk masuk wilayah ini pun sangat sulit dan harus seizin panitia," ujar Dadang Darmawan, salah seorang tokoh masyarakat di RW 08, Kel. Braga, Kec. Sumur, Bandung.

Selain itu, lanjutnya, pelaksanaan Braga Festival pun tidak memberikan kontribusi yang baik bagi perbaikan perekonomian warga sekitar. Apalagi selama ini peserta Braga Festival, terutama untuk stan kuliner, bukan diisi warga sekitar. Tetapi cenderung oleh para pengusaha yang berasal dari daerah lain.

Memang, tambahnya, panitia penyelenggara melibatkan beberapa warga sekitar untuk Braga Festival. Namun demikian peranan yang diberikan tidaklah signifikan. Terlebih warga hanya dilibatkan untuk pengamanan dan jaga parkir saja.

"Mestinya panitia memberikan fasilitas kepada masyarakat, untuk menampilkan produk kuliner di Braga Festival. Dengan demikian hal tersebut bisa berdampak positif bagi masyarakat," katanya.

Ia mengakui, panitia memang memberikan sebuah stan untuk digunakan oleh masyarakat. Namun hal tersebut kurang pas, karena jumlah masyarakat pengusaha kecil di Braga cukup banyak.

Hal senada diungkapkan Ketua RW 08 Imam Sadikin. Menurutnya, pelaksanaan Braga Festival selama ini tidak memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar Braga. Terlebih hanya sebagian kecil masyarakat di sana yang dilibatkan. Itu pun hanya sebagai pelangkap dan bersifat formalitas.

"Sebetulnya harapan masyarakat, acara Braga Festival ditiadakan saja. Sebab tidak ada manfaatnya bagi masyarakat, malah membuat aktivitas masyarakat menjadi terganggu. Sebab sulit masuk dan keluar dari wilayahnya," katanya.

Ia menyebutkan, selama ini pelaksanaan Braga Festival tidak memberikan kontribusi yang baik bagi perekonomian masyarakat sekitar. Padahal kawasan Braga merupakan wilayah yang cukup potensial.

Pemerintah menggelar Braga Festival untuk mengangkat potensi yang ada di Jln. Braga, sehingga bisa menjadi daya tarik para wisatawan. Namun demikian, ironisnya, hal itu tidak berdampak bagi perekonomian masyarakat sekitar.

"Mestinya, pemerintah menjadikan wilayah Braga menjadi satu wilayah untuk wisata kuliner, sehingga masyarakat sekitar bisa dilibatkan di sana. Seperti di Marlioboro, setiap hari Sabtu dan Minggu lokasi tersebut selalu penuh oleh para wisatawan. Sehingga perekonomian masyarakat pun terangkat. Jadi tidak hanya pengusaha besar yang terlibat di sana," katanya. (kiki kurnia/agus hermawan/"GM")**

Rezim Represif Intai Masyarakat

Dianggap masih ada beberapa pasal yang bermasalah dalam Rancangan Undang-undang Intelijen, sekitar 50 mahasiswa yang tergabung dalam Badan Koordinasi Lembaga Dakwah (BLDK) Kota Bandung berunjuk rasa di depan Gedung Sate, Jln. Diponegoro Bandung, Jumat (23/9). Mereka mendesak pemerintah untuk tidak mengesahkan UU tersebut sebelum pasal yang bermasalah itu dibatalkan.

"RUU Intelijen tidak lebih dari pesanan asing. Oleh karena itu, kami dari BLDK menolak keras pengesahan RUU tersebut. Selain itu banyak pasal yang bermasalah, sehingga jika RUU ini disahkan akan menimbulkan multitafsir di masyarakat," ungkap koordinator aksi BLDK, Rizqi Awal di sela-sela aksi.

Diakuinya, pengesahaan RUU ini sudah beberapa kali molor dan gagal saat akan diputuskan pengesahannya pada periode masa sidang sebelumnya. Namun belum lama ini DPR RI diam-diam telah melakukan pembahasan RUU ini. Yakni pada sidang paripurna, 27 Agustus 2011 lalu.

"Jika DPR RI keukeuh mengesahkan RUU Intelijen dengan masih ada pasal-pasal bermasalah, selain melahirkan multitafsir, juga akan berpeluang melahirkan rezim represif yang mematai-matai rakyat. Ini sangat merugikan masyarakat," ujarnya.

Di samping itu, katanya, jika RUU ini disahkan maka Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) nantinya berubah status menjadi satu-satunya pihak yang bisa menentukan terpenuhinya indikasi dan bukti awal yang cukup pada diri seseorang. Sehingga orang tersebut boleh disadap dan diselediki.

"Oleh sebab itu, kami menolak keras disahkannya RUU Intelijen. Kami juga meminta pihak terkait untuk membatalkan pasal-pasal yang dianggap bermasalah dan multitafsir. Kalaupun tetap akan disahkan, pihak berwenang harus mengoreksi dengan teliti pasal-pasal tersebut hingga tidak bermasalah lagi," jelas Rizqi. (B.96)** sumber : (GALAMEDIA)

Tak Hanya Teknik, Kapten Persib Wajib Punya Kepribadian Kuat


Bandung - Pasca hengkangnya Eka Ramdani ke Persisam Samarinda, Persib Bandung belum menunjuk kapten yang akan memimpin skuad 'Maung Bandung' di lapangan saat bertanding. Siapapun kapten musim depan, yang jelas wajib punya beberapa kriteria.

Selain skill di atas rata-rata, seorang kapten wajib memiliki karakter kuat sebagai pemimpin bagi rekan setimnya di lapangan. Bahkan di luar lapangan, seorang kapten harus jadi panutan bagi pemain lainnya.

"Seorang kapten itu tidak hanya harus punya kemampuan teknik di atas rata-rata, tapi harus punya kepribadian, emosional, dan moral yang baik," kata mantan pemain Persib era 1980-an, Bambang Sukowiyono saat ditemui detikbandung di Sekretariat PSSI Jabar, Jalan Lodaya, Sabtu (24/9/2011).

Menurutnya, tugas seorang kapten jelas sangat berat. Hal itu pernah dirasakan Suko saat menjadi kapten di tahun 1985. Selama setahun penuh, ia dipercaya rekan-rekannya menjadi pemimpin.

"Setelah itu saya lepas ban kapten dan diserahkan ke Adeng Hudaya. Selama memegang ban kapten saya merasa kurang lepas bermain. Tugas kapten memang cukup berat," ungkapnya.

Ia pun mengingatkan siapapun yang jadi kapten Persib nanti agar mampu menjalankan tugas dengan baik. Selain secara pribadi mampu tampil apik, kepemimpinan 'il capitano' diharapkan bisa berbuah hasil positif bagi tim.

"Makanya kapten harus punya kepribadian yang kuat, bukan hanya soal teknik bermain bola saja," tuturnya.

(ors/ern)


sumber : bandung.detik.com

Hotel di Bandung Sepakat Kembangkan Wisata MICE

Bandung - Meski harus bersaing menarik tamu ke hotelnya masing-masing, namun para public relations (PR) yang tergabung dalam Himpunan Humas Hotel Bandung (H3B) bertekad mempromosikan Kota Bandung sebagai destinasi wisata budaya, kesenian, dan MICE (meetings, insentives, confrence, exhibitions).

"Kami setiap sebulan satu kali bertemu untuk membahas program apa sih yang bisa menarik wisatawan ke Bandung. Kami juga saling membantu hotel yang okupansinya rendah," ujar Ketua H3B Restina Setiawan dalam Halal Bihalal H3B dengan media di Saung Angklung Udjo di Jalan Padasuka, Jumat (23/9/2011).

Menurut Restina, para PR hotel di Bandung menginginkan Kota Bandung menjadi destinasi wisata MICE. "Jadi bagaimana menjadikan hotel di Bandung fully booked baik saat weekend dan weekday," ujar Restina.

Sementara itu menurut General Manager Grand Hotel Papandayan Handrio Utomo, tanpa wisata MICE, hotel di Bandung tak bisa hidup saat weekday.

"Kalau weekend hotel di Bandung memang penuh oleh leasure, tapi kalau weekday, sepi. Makanya wisata MICE perlu diseriusi," katanya.

Saat ini beberapa hotel di Bandung salahsatunya Grand Hotel Panghegar telah memiliki convention hall yang bisa menampung ribuan tamu.

"Hotel di Bandung sudah bisa menjadi lokasi konferensi internasional," katanya.

Namun menurutnya keberhasilan destinasi wisata MICE, bukan soal prasarana di hotel saja, melainkan sarana dan prasarana kota juga, seperti bandara dan jalan.

"Kami pengelola hotel bukan hanya bersaing dengan hotel lainnya, tapi juga bersaing dengan kota lainnya seperti Yogya dan juga Bali," tuturnya.

(ern/ors)
sumber : bandung.detik.com

Saturday, September 24, 2011

Nabi Musa Pernah Ditegur Karena Lakukan 'Kesombongan Intelektual'


Nabi Musa Pernah Ditegur Karena Lakukan 'Kesombongan Intelektual'

Oleh Dr A Ilyas Ismail

Sifat sombong (al-kibr) dan menyombongkan diri (al-takabbur) merupakan penyakit hati yang sangat berbahaya. Kesombongan, menurut Ghazali, bermula dari kekaguman seseorang kepada diri sendiri (al-`ujb), lalu memandang rendah orang lain. Sifat sombong merupakan sikap batin yang terejawantahkan dalam perbuatan dan tindakan yang cenderung destruktif dan diskriminatif.

Penyakit yang satu ini, menurut Ghazali, patut diwaspadai, karena tak hanya menyerang manusia secara umum, tetapi justru lebih banyak menyerang orang-orang pandai, para pakar, termasuk para ulama, kecuali sedikit orang dari mereka yang mendapat bimbingan dan petunjuk dari Allah SWT.

Nabi Musa AS konon dianggap telah melakukan "kesombongan intelektual" ketika beliau berkata, "Ana a`lam al-qaum" (akulah orang paling pandai di negeri ini). Sepintas lalu, pernyataan ini dapat dianggap wajar karena dikemukakan oleh seoang Nabi yang ditugaskan Allah SWT untuk membebaskan rakyat Mesir dari perbudakan Raja Firaun. Namun, Allah SWT memandang pernyataan Musa itu berlebihan.

Karena itu, Nabi Musa ditegur oleh Allah dan diberi pembelajaran melalui dua cara. Pertama, Nabi Musa dipertemukan dengan seorang (Khidir) yang memiliki tingkat pengetahuan dan kearfian yang jauh lebih tinggi dari Musa. Seperti diceritakan secara panjang lebar dalam surah al-Kahfi, Nabi Musa seakan-akan "dipelonco" oleh Khidir karena ia tak memiliki wawasan keilmuan seluas Khidir, baik secara filosofis maupun epistemologis. Akhirnya, Khidir terpaksa meninggalkan Musa seraya berkata, "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku." (QS al-Kahfi [18]: 67).

Kedua, Allah mengajarkan kepada Nabi Musa doa yang berisi etos dan moral seorang ilmuwan (intelektual). "Rabbi zidni `ilman"(Ya Allah tambahkan kepadaku ilmu pengetahuan). Doa ini diajarkan juga kepada Nabi Muhammad SAW dan selanjutnya kepada kita semua, orang-orang beriman.

Doa ini penting, karena mengajarkan kepada kita beberapa etika keilmuan. Pertama, etos dan moral intelektual adalah belajar, menemukan kebenaran, dan mengembangkan ilmu. Kedua, ilmu pengetahuan bersifat dinamis, tumbuh dan berkembang (growing and developing) setingkat dengan kerja ilmiah para ilmuwan. Ketiga, apa yang telah diketahui pasti lebih sedikit daripada yang belum diketahui. Kenyataan inilah yang membuat para ilmuwan tak boleh sombong, tetapi harus rendah hati (tawadhu).

Socrates, filosof Yunani, pernah menunjukkan sikap rendah hati itu sewaktu ia berkata, "I only know that I don't know." (Aku hanya tahu bahwa aku tidak tahu). Imam Syafii, pendiri Mazhab Syafii, lebih tawadhu lagi. Disebutkan, setiap kali beliau memperoleh tambahan ilmu, beliau selalu menangis, karena makin sadar betapa banyak ilmu yang belum diketahuinya.

Agar tidak seperti kodok dalam tempurung, para ilmuwan harus belajar dan menumbuhkan sikap rendah hati, persis seperti pesan doa yang diajarkan oleh Allah SWT kepada Nabi Musa AS di atas. Logikanya begini, kalau sifat rendah hati datang, maka segala bentuk kesombongan dan arogansi pasti menghilang. Wallahu a`lam.
Tulisan ini telah dimuat di Republika cetak dengan judul Kesombongan Intelektual

sumber : www.republika.co.id

Mengendalikan Emosi


Mengendalikan Emosi

Oleh: Prof Dr KH Achmad Satori Ismail
Ketika Rasul SAW berjalan bersama Anas ra, tiba-tiba ada seorang Badui mengejar dan serta merta menarik serbannya dengan keras. Anas berkata, "Aku melihat bekas tarikan serban kasar itu pada leher Rasul." Lalu Badui berkata, "Wahai Muhammad, berilah aku dari harta Allah yang ada padamu."

Rasul menoleh sambil tersenyum lalu memerintahkan sahabat agar memberikan harta cukup banyak kepadanya. Sikap Nabi ini menggambarkan betapa hebatnya kemampuan beliau dalam mengendalikan emosi. Beliau disakiti, dihinakan di depan orang, dan dimintai sedekah secara paksa, tetapi beliau tidak marah.

Kemarahan adalah ketegangan jiwa yang muncul akibat penolakan terhadap apa yang tidak diinginkan, atau bersikukuh dengan pendapat tertentu tanpa melihat kesalahan atau kebenarannya.

Secara psikologis dan medis, kemarahan merupakan suatu sikap emosional yang berdampak negatif pada jantung. Saat marah, terjadi perubahan fisiologis seperti meningkatnya hormon adrenalin yang akan memengaruhi kecepatan detak jantung dan menambah penggunaan oksigen. Kemarahan akan memaksa jantung memompakan darah lebih banyak sehinga bisa mengakibatkan tingginya tekanan darah. Akibatnya bisa fatal bila pemarah tersebut memiliki penyakit darah tinggi atau jantung.

Hasil penelitian modern menyimpulkan bahwa kemarahan berulang-ulang bisa memperpendek umur karena diserang berbagai penyakit kejiwaan dan penyakit jasmani. Di sini letak urgensinya larangan marah. Ketika seorang laki-laki datang kepada Rasul SAW lalu berkata, "Berilah aku nasihat." Rasul bersabda, "Jangan marah." Lelaki itu mengulangi permintaannya beberapa kali, tetapi beliau tetap menjawab, "Jangan marah." (HR al-Bukhari).

Dampak kemarahan akan semakin parah saat dalam keadaan berdiri, karena semua urat dan otot mengencang sehingga meningkatkan jumlah hormon adrenalin. Keadaan seperti ini bisa mengakibatkan penyakit kanker. Berbeda kalau dia duduk, maka adrenalin akan menurun.

Dan, apabila mengingat Allah lalu berlindung kepada-Nya dari kejahatan setan maka akan menghasilkan ketenteraman hati secara signifikan. "Bila salah seorang dari kamu marah dalam keadan berdiri hendalah duduk, bila kemarahan masih belum hilang hendaklah ia berbaring." (HR Ahmad).

Dalam ilmu jiwa, akar dari emosi adalah ketidakpuasan terhadap sesuatu. Saat berlindung kepada Allah dari setan berarti dia mengakui bahwa emosi adalah perbuatan setan, dan emosi bisa dihalau dengan cara meyakini bahwa kebaikan dan keburukan semua datang dari Allah dan dia harus selalu rida dengan ketentuan-Nya.

Saat Rasul SAW melihat seorang sedang marah besar beliau bersabda, "Aku akan ajarkan kalimat-kalimat kalau dia membacanya akan hilang kemarahannya. Kalau dia mengucapkan A'udzubillahi min as syaithoni ar rajiim pasti akan hilang amarahnya." (HR Bukhari dan Muslim).

Belakangan ini sering terjadi kerusuhan, tawuran, dan tindakan anarkis. Sudah pasti hal itu diawali emosi yang tidak terkendali. Orang kuat dalam Islam adalah orang yang mampu mengendalikan amarahnya. Agar tidak marah kita harus mengingat Allah yang selalu mengawasi kita dan bersikap toleran. Obat manjur ketegangan jiwa adalah sikap toleran.
sumber : www.republika.co.id

Ratusan Pengunjung Braga Festival Nikmati Tembang Tarawangsa


Bandung - Ratusan pengunjung Braga Festival tumplek di panggung yang menyajikan Tembang Tarawangsa. Mereka menikmati suguhan kesenian tradisional Jawa Barat tersebut di tengah hilir mudik pengunjung lainnya.

Panggung mini ini menampilan para pemain sembari melantunkan alat musik tradisional antara lain kecapi dan suling. Para pemain sedikitnya 10 orang itu berasal dari Lingkung Seni Mitra Buhun Cahaya Mekar, Desa Rancakalong, Sumedang.

Para pengunjung tampak duduk di deretan kursi bambu yang disediakan panitia. Suguhan apik para penembang tersebut terdengar merdu di suasana malam Jalan Braga.

Panggung ini berada di Jalan Braga pendek atau tepatnya depan bekas toko Sarinah. Sementara belasan stan menampilkan beragam produk dan pakaian meramaikan acara yang digelar setiap setahun sekali ini. Kegiatan Braga Festival merupakan agenda rutin Pemkot Bandung.

Hingga pukul 19.00 WIB, para pengunjung terus mengalir di sepanjang Jalan Braga atau tempat berlangsunya acara. Cuaca cerah malam memayungi kawasan Braga.


sumber : bandung.detik.com

Friday, September 23, 2011

Bandung, Kota Terbaik II Kategori Metropolitan


RAIH PENGHARGAAN – Wali Kota Bandung Dada Rosada menerima penghargaan Adiupaya Puritama peringkat II penyelenggara perumahan dan kawasan permukiman untuk kategori kota metropolitan/besar. Penghargaan diserahkan Deputi Bidang Pengembangan Kawasan, H Sitepu disaksikan Menpera Suharso Monoarfa di acara Hari Perumahan Nasional 2011 di Jakarta, Kamis (22/9)

BANDUNG, TRIBUN - Kota Bandung mendapat penghargaan sebagai kota terbaik kedua setelah Kota Palembang dan berhak mendapat tropi Adiupaya Puritama kategori Kota Metropolitan Besar dari Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) RI.

Penghargaan diserahkan Deputi Bidang Pengembangan Kawasan H  Sitepu disaksikan Menteri Negara Perumahan Rakyat (Menpera) Suharso Monoarfa, diterima Wali Kota Bandung Dada Rosada, saat peringatan Hari Perumahan Nasional (Hapernas) 2011 di Ballroom Birawa Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (22/9) malam.

Selain kategori Kota Metropolitan Besar, Adiupaya Puritama juga diberikan kepada kelompok pelaku pembangunan perumahan sederhana berwawasan lingkungan, kelompok pengelolaan dan pemanfaatan rusunawa, kelompok dunia usaha, kelompok lembaga pemberi kredit/pembiayaan (LKPP) dan kelompok individu/organisasi.
Wali Kota Bandung Dada Rosada mengatakan penghargaan yang diterimanya hasil kerja keras seluruh pemangku kepentingan dan warga Kota Bandung.

"Penghargaan Adiupaya Puritama sebagai  apresiasi Kemenpera terhadap upaya pemerintah daerah yang telah melaksanakan program pengembangan, pembangunan perumahan dan pemukiman bagi masyarakat," ujar Dada. (tsm)

Omzet Pasar Cimol Gedebage Anjlok Pascakebakaran

Bandung - Peristiwa kebakaran di Pasar Induk Gedebage beberapa waktu lalu, berimbas pada omzet penjualan pakaian di Pasar Cimol Gegebage. Pengelola bisnis pakaian ekspor itu mengaku pendapatannya anjlok 60 persen pascakebakaran.

"Turunnya omzet tersebut karena banyak masyarakat yang menyangka kejadian kebakaran itu menimpa juga Pasar 'Cimol' Gede Bage. Padahal yang terbakar itu Pasar Induk Gede Bage yang berada di depan," ucap Manajer PT Javana Irvanto saat dihubungi wartawan, Kanis (22/9/2011).

PT Javana selama ini membawahi pedagang pakaian sisa ekspor di Pasar 'Cimol' Gedebage. Luas wilayah milik PT Javana 17 ribu meter persegi, dengan kios sebanyak 1.088 unit.

Ia menerangkan, biasanya weekday rata-rata pedagang pakaian mampu meraup Rp 1 juta. Pendapatan bisa meningkat saat weekend yakni Rp 3 juta. Namun pascakejadian kebakaran, praktis pendapatan turun drastis.

"Karena masyarakat menyangkanya pasar pakaian turut terbakar, ya pendapatan pun jadi turun," ucapnya.

Irvanto menambahkan, lokasi terjadinya kebakaran lalu jaraknya cukup jauh dengan lapak para pedagang pakaian 'cimol'. Hingga saat inipun para pedagang pakaian tersebut tetap berjualan seperti biasa.

(bbn/ern)
sumber : bandung.detik.com

Malabar Mung Kantun Gupay

UPAMI téa mah engkang pareng sumping deui ka rorompok, heug abdi kasampak tos teu aya, panuhun engkang henteu rengat galih. Sumawonna bendu. Ulah, engkang! Sanés, abdi mah da sanés badé baha. Leuh, ampun paralun. Sagala rupi kasaéan ti engkang éstu katampi. Dugi ka abdi ngaraos abot mulang tarimana. Natrat sareng buktos, engkang téh mana totomplokan miasih ka diri abdi.

Leres, sanés henteu bagja abdi gé dilayadan ku engkang méh saban wengi. Bingahna gé sakalintang. Naha mani kedah bari barang kintun deuih? Mani sok kumeleter abdi mah nampina ogé. Geura itu, pun biang sareng pun bapa mani nyempod kitu di palih juru. Sérab, teu werat kedah mayunan engkang.

Sumuhun. Hadéna aya Nyi Isah, tatangga. Ku héman jeung sonagar manéhna mah. Sok daék dihiras nyuguhkeun cai sareng lalawuh. Sanés lalawuh nu saé, muhun, lalawuh saaya-aya di warung. Da puguh teu aya ari nu langkung ti éta mah. Namung nu tangtos, pun bapa sareng pun biang sok teu wasaeun nyidem kabingah. Kadieunakeun mah, upami uningaeun engkang badé sumping, sakapeung nu teu aya gé sok ngahagal disiar. Sakantenan bari balanja ka pasar kanggo warung, saurna téh. Piraku teu dugi ka kitu onaman, engkang? Tangtos awon kasebatna, katatamuan ku putra gegedén di Malabar, henteu dihormat diugung-ugung.
"Geuning éta Cép Barkah, Eulis, sumpingna mani méh saban wengi?" saur ema mariksakeun hiji poé semu nu kareureuwasan.

Kuring teu wasa ngawalonan. Barina gé naon nu kudu ditembrakkeun? Bet kuring sorangan kebek kabingung. Enya, naon margina atuh pangna engkang pirajeunan ngersakeun sindang?
"Hih, alusna mah Eulis téh bungah," cék Nyi Isah mah, "Mana kitu gé Cép Barkah neundeun haté ka Eulis. Angguranan tarimakeun étah."

"Lah, sok ka mana waé Nyai mah," témbal téh, "Kumaha mun kuringna nu umambon?"

"Tapi da nembrak pisan, Eulis. Mani saban waktu Cép Barkah ngalongokan ka Eulis."

"Boa ngalongokan ka apa, Nyai?"

"Manasina keur aya apa!" kalah némpas Nyi Isah téh, "Kapan saban ka dieu nu ditatanyakeunana gé ngan ukur Eulis. Si Béntang Tanara, nu geus henteu bireuk deui di saperkebunan Malabar mah."

"Ah Nyai mah."
                    ***

Enya. Sakapeung ari wengi téh sok bati nyileuk. Sok teras kacipta, wengi-wengi engkang lungsur ngabujeng ka Tanara, mipir-mipir kebon entéh. Hawatos teuing, tangtos engkang maksakeun ku anjeun disisimbut ku angin peuting nu sakitu nyecepna. Pajah téh sawios cenah, dapon engkang tiasa tepang sareng abdi. Kutan leres engkang téh bangun nu teu isin ngalulumayankeun ka diri abdi? Engkang mah di perkebunan gé kapan kagungan pangkat. Putra gegedén deuih; Wakil Administratur kapan kasebatna gé tuang rama teh. Atuh akang ku anjeun kapan kasebatna gé Wakil Kepala Employe, nu ngageugeuh ublug-ablagna kebon entéh di saampar Perkebunan Malabar. Tebih tanah ka langit upami dibandingkeun sareng abdi nu ukur tamat SMP.

Naha naon atuh nu diseja ti diri abdi? Geura mangga ku engkang tingali, da teu sakedik kapan mojang anu langkung-langkung ti diri abdi. Naha manah engkang eunteupna henteu ka palih dinya?

Emh!

Nu teu disangka-sangka mah, bet tilu sasih kapengker engkang sumping ka rorompok pasisiang. Hih, da pun bapa mah nuju teu aya, engkang. Kapan teu acan mulih ti pabrik wayah kieu mah, sanggem abdi téh.

"Terang akang gé," walon engkang harita, "Kapan tadi akang nyanggem heula ka tuang rama di padamelan, popoyan badé nepangan Eulis di dieu."
Beu!

"Hapunten akang tos kumawantun. Nanging teu sawios, sakintenna Eulis henteu widi mah, akang badé wangsul deui," saur engkang téh.

Leuh geuning, panyanten téh engkang tara pundungan. Kalah matak geregeteun baé abdi ningalna. Sok asa enya hoyong teras ngaheureuyan. Tapi da nu kedal mah kalah, "Ku keresaan baé geuning rurumpaheun ngalayadan?"

Panjang engkang ngawaleran. Mani sagala bedah naon nu sakedahna nyumput bari sareng kedah dibuni-buni téh. Sanaos enya dibalibirkeun, da geuning negrak sagala rupi pamaksadan engkang. Leuh, boa engkang lepat ngedalkeunana? Ieu abdi mani bayeungyang. Sok piraku engkang keresa mileuleuheungkeun ka diri abdi? Kapan teu sakedik mojang nu langkung-langkung ti diri abdi. Muhun, bet naha teuing engkang henteu ngeunteupkeun deudeuhna ka palih dinya?

"Leres. Kitu ogé upami Eulis percanten yén rasa asih jeung cinta mah henteu dihahalang ku kalungguhan. Tapi diébréhkeun ku karep sareng itikad. Tah, ti lebah dinya medalna asih engkang mah," saur engkang téh.

Duh Gusti, kedah kumaha ieu abdi?

Ti harita, méh saban wengi engkang ngalayadan. Tiris-tiris gé geuning engkang mah mani keresa lungsur sumping ka rorompok. Sakapeung mah, ari pasisiang pareng mulih ngaroris kebon entéh nu ngaplak saampar tingal, sok pirajeunan sindang ngareureuhkeun palay. Saur engkang téh sanés badé istirahat-istirahat teuing, nanging duméh palay tepang sareng abdi. Kutan?

Nanging temahna, sok aya baé haréwos peurih kaangin-angin, "Hhh! Humayua, cécéndét mandé kiara si Eulis mah!"

Leres, bet nembé kaémut geuning, engkang. Caketna engkang sareng abdi téh teu wudu janten matak geruh. Tatanggi patingkecewis, sobat-sobat sok kapireng ngupat. Meureun enya cua ku lampah abdi, micileuk salira engkang, nu sanés bangban sanés pacing. Engkang mah da sidik gunung, abdi mah teu hunyur-hunyur acan.

Leuh teu kiat geuning janten jalmi nu sarwa walurat téh. Aya kabingah sakedik gé teu sirikna kalah janten catur nu teu kinten matak nyeuitna. Nu lepat mah da abdi kénéh. Henteu ngukur ka kujur.

"Heueuh ngaca atuh Eulis manéh téh," cék Nani téa mah, "Manéh téh ngan saukur bulu taneuh!"

Duh, peurih geuning engkang ari tos kedah nguping kasauran réréncangan nu sapertos kitu mah. Da sayaktosna deuih, abdi téh sasatna henteu ngukur ka kujur.

"Ulah didangu," kalah sasauran kitu geuning engkang téh, "Kaasih engkang da sanés pupulasan. Medal tina dasar ati nu wening."

Mani bungangang abdi téh ngupingna. Asa enya nuju janten awéwé pangbagjana tiasa dipiasih ku engkang. Namung temahna, tambih sering engkang sumping ka rorompok wuwuh sering baé haréwos nu matak nyungkelit humiliwir kana ceuli abdi. Sahéng sareng matak nyaksrak. Disabaran gé da geuning kalah nambihan héab, mani panas baé raraosan teh.

"Barina gé siah, Eulis, Cép Barkah mah da geus dirérémokeun ka Néng Yanti," cék réréncangan téh, "Nyaho manéh gé ka Néng Yanti, lin? Enya, putra Pa Kepala Pengolahan! Mani ngabanding jeung sadarajat kapan jeung éta mah."

Tuh! Nyeri. Teuing ku nyeri geuning ari saban dinten kedah ranyong ku nu sasauran kitu mah. Nu hawatos mah pun biang sareng pun bapa, sok teras dijarebian ku tatanggi. Disebat humayua. Kadongdora cenah, teu nalipak manéh. Beu! Geura mangga uningaan ku engkang, itu pun bapa tos sababaraha dinten ieu teu angkat damel ka pabrik. Pun biang tara mios ka pasar deuih. Warung sok teras nutup sadidinten. Isin tuda cenah.

"Sanggem engkang gé ulah didangu. Asih engkang mah Eulis, da puguh wening. Teu kahalang ku pangkat," engkang sasauran mani tandes.

Duh Gusti, tulungan ieu abdi!

"Nu langkung reugreug deui kanggo akang mah, Eulisna léah nampi kaasih ti akang. Naha naon deui atuh nu kedah janten hahalang?" saur engkang deui.

"Tau nalipak manéh si Eulis mah," ranyong deui nu sasauran kitu, "Rasa aing pédah boga beunget geulis?!"

Gusti, mugi paparin kakiatan ka diri abdi.

Engkang, hapunten baé abdi. Ayeuna mah, upami engkang pareng sumping deui ka rorompok, tangtos abdi moal kasondong. Panuhun mugi engkang henteu janten rengat galih. Sumawonna bendu. Ulah, engkang!

Ayeuna abdi tos tebih ngantunkeun Tanara. Malabar mung kantun gupay. Engkang mah ulah palay uninga, naha ka mana abdi lunta. Teu kedah disusul-susul. Dipaluruh gé da moal bahan kasungsi. Sakali deui, hapunten ieu abdi: Eulis Sumarni, nu lunta duka badé ka mana.
 Karya Dian Héndrayana

Kloter 5 Milik Jemaah Calon Haji Kota Bandung

Jemaah calon haji (calhaj) asal Kab. Tasikmalaya akan menjadi kelompok terbang (kloter) pertama yang berangkat ke Tanah Suci untuk menjalankan ibadah haji tahun ini.

Sementara pemberangkatan pertama Kota Bandung masuk kloter lima. Dari Jawa Barat, terdapat 85 kloter dengan 37.404 calhaj yang akan terbang menggunakan Saudi Airlines.

Kepala Kanwil Kementerian Agama Jabar, H. Saerodji di sela-sela rapat penentuan kloter mengatakan, tidak ada aturan baku dalam menentukan kloter pertama dan urutannya. Pihaknya mengambil keputusan dengan melihat kesiapan setiap daerah.

"Terutama yang persiapan paspor, visa, dan DAPIH (dokumen administrasi perjalanan ibadah haji)-nya sudah rampung 100 persen," tuturnya didampingi Kabid Haji, Zakat, dan Wakaf H. Maman Sulaiman di Hotel Preanger, Jln. Asia Afrika, Rabu (21/9).

Kloter dua hingga lima berturut-turut yaitu Kab. Garut, Kab. Ciamis, Kab. Karawang, dan Kota Bandung. Kloter dua hingga empat akan terbang pada 3 Oktober. Sementara kloter lima dari Kota Bandung akan terbang pada 4 Oktober.

Satu kloter, katanya, terdiri atas 444 calhaj ditambah 6 personel tim petugas ibadah haji Indonesia (TPIHI), tim kesehatan ibadah haji (TKHI), tim petugas haji Indonesia (TPHI), dan tim petugas haji daerah (TPHD).

"Untuk tahun ini kloter yang utuh akan didahulukan keberangkatannya. Jika ada kelebihan atau sisa yang tidak memenuhi satu kloter maka akan digabung dengan calhaj dari daerah lainnya agar lebih efisien," terangnya.

Sementara itu, Maman Sulaeman mengatakan, hingga saat ini baru 30.607 paspor yang sudah terselesaikan. Sementara untuk DAPIH baru mencapai 29.700. "Ditargetkan rampung pada 27 September," terangnya.

Untuk penginapan di Masjidilharam, calhaj akan disebar di sejumlah pondokan. Dipastikan para jemaah haji Jabar akan menempati pondokan paling jauh, jaraknya 2,5 km dengan jumlah 7 persen dari total kuota calhaj Jabar. Sisanya 93 persen akan berada di pondokan yang berada sekitar 2,3 km dari Masjidilharam. (B.107)** sumber : (GALAMEDIA)

Thursday, September 22, 2011

Saatnya Jabar Miliki Perda Masyarakat Adat


DIPONEGORO,(GM)-
Ketua DPRD Jabar, Irfan Suryanegara akan memerintahkan Komisi A dan Komisi E untuk mempelajari usulan Dewan Musyawarah Kasepuhan Masyarakat Adat Sunda (Baresan Olot Tatar Sunda) terkait peraturan daerah (perda) tentang perlindungan masyarakat adat. Usulan tersebut nantinya akan dibahas dalam rapat pimpinan dan Badan Musyawarah (Bamus).

Demikian salah satu kesimpulan dialog antara DPRD Jabar dengan puluhan pimpinan masyarakat adat Jabar di Gedung DPRD Jabar, Jln. Diponegoro Bandung, Rabu (20/9).

"Sebagai representasi rakyat kami akan menampung aspirasi dari masyarakat adat di Jabar terkait pembentukan perda masyarakat adat," jelas Irfan.

Pihaknya akan melibatkan para ketua kampung adat, apalagi merekalah yang mengusulkan perda tersebut. Perda ini penting untuk memberikan perlindungan terhadap warisan budaya dan pelestarian cagar budaya di Jabar.

Selain itu, Irfan juga berjanji akan menganggarkan dana hibah Rp 5 miliar dari dana APBD 2012 untuk melestarikan cagar budaya di Jabar. Pengelolaan dana hibah ini akan diberikan kepada Baresan Olot.

Selain Irfan, hadir dalam kesempatan itu Wakil Ketua DPRD Uu Rukmana, anggota Komisi A Sugianto Nangolah, anggota Komisi E Irwan Koesdrajat, Sekretaris Dewan Ida Hernida, dan Duta Sawala Baresan Olot Tatar Sunda yang diwakili Eka Santosa, serta sejumlah ketua adat se-Jabar.

Menurut Eka Santosa, usulan perda tersebut dilakukan karena keberadaan masyarakat adat saat ini masih dimarginalkan. Bahkan pemerintah terkesan tidak memedulikannya. Padahal masyarakat adat merupakan warisan budaya para leluhur yang perlu dijaga dan dilestarikan.

"Di antara persoalan marginalisasi terhadap masyarakat adat adalah kepemilikan KTP dan status perkawinan. Selama ini masyarakat adat mayoritas tidak menikah di KUA. Makanya, banyak keturunan adat yang tidak memiliki akta kelahiran.

Kampung Dukuh

Mengenai recovery Kampung Adat Dukuh di Kab. Garut pascakebakaran beberapa waktu lalu, Baresan Olot Tatar Sunda akan melakukan advokasi dan fasilitasi bersama tim arsitek dari Universitas Parahyangan. Ia berharap Kampung Dukuh bisa dibangun sesuai kondisi sebelumnya.

Sementara itu, kuncen Kampung Dukuh, Uluk Lukmanul Hakim mengungkapkan, akibat kebakaran tersebut 38 rumah dan delapan bangunan lainnya terbakar.

"Jumlah kepala keluarga korban gempa tercatat mencapai 46. Kami berharap pemerintah segera memberi bantuan dan membangun kembali Kampung Dukuh sesuai kondisi semula, termasuk kondisi alamnya," kata Uluk. (B.96)**

Pernikahan Gerimis

AKU ingin menikah saat gerimis. Saat itulah aku bersenandung sendiri. Sementara, orang-orang yang mengasihiku tengah mengangkat gaunnya tinggi-tinggi. Mereka berhati-hati saat melalui jalan basah. Lalu mereka sedikit meloncat saat melewati genangan air. Tentu saja air keruh itu tak mau mereka setubuhi. Bisa malu mereka saat tiba di acaraku. Bisa habis juga masa pakai gaunnya karena noda yang takbisa terhapus deterjen.
    Aku bersiul. Begitu bahagia aku hari ini. Tak lagi sendiri hidupku nanti. Ada sang terkasih di sampingku. Berjalan kami akan beriringan. Tertawa kami bersahutan. Berdendang kami seirama. Dan, aku terus bersiul. Lalu sedikit mendongakkan kepala menghadap cermin. Aku khawatir belum tampil secantik yang orang-orang inginkan. Dan tentu saja, khawatir belum secantik yang terkasihku inginkan.
    Tuhan... aku teringat kala itu. Saat pandangan pertama yang menggoda. Saat bukan hanya mata, tapi hidung, telinga, dan hati pun tiba-tiba berbicara.
    "Nona, kau tampaknya jatuh cinta."
    Hatiku hanya berbisik. Tak mau ia berteriak, seolah kegirangan, seolah bahagia. Ia hanya tersenyum malu. Sambil memerahlah pipi ranumnya. Ah, betapa pemalunya kau ini.
    Di sekolah menengah aku jatuh cinta. Sekali lagi kukatakan. Itulah pandangan pertama yang menggoda. Teman-temanku bilang itu bukan pandangan pertama. Pernah juga kuberjumpa di kala dulu. Tapi tak kurasakan gemuruh gempa itu. Mataku pun mungkin hanya selintas saja melihatnya kala itu.
    Aku jatuh cinta. Setiap hari aku bersenandung. Setiap menit aku bersyair. Setiap detik bibirku menyungging senyum. Tuhan... indahnya jatuh cinta. Sampai tiba di sore hari, saat itulah terkasihku menghampiri. Kusambut dengan dendang indah yang memukau. Hingga harapku semua orang kan ikut menyanyikan irama romantisme yang terdengar.
    Oh, itu dia. Terkasihku datang. Aku mendekapnya. Aku jatuh di peluknya. Kulabuhkan tubuhku di gagahnya dirinya. Aku berayun. Aku menari. Dan aku terus berputar bersamanya. Lalu saat lagu itu terhenti, aku tersadar. Tak ada siapa pun di sekitarku. Orang-orang telah meninggalkanku. Hanya ada aku dan terkasihku. Aku menangis. Aku bersedih.
    "Mengapa mereka tak menyukaimu hingga memilih untuk pergi?"
    Mereka tak mau bernyanyi bersamaku dan terkasihku.
    Mengapa?
    Lalu aku pun pergi setelah terkasihku memilih untuk pergi. Aku pulang setelah terkasihku melepas tubuhku darinya. Dan ia pun menghilang. Tanpa pamit.
    Lama aku merenung. Aku berdiam. Aku tengah berdebat dengan diriku sendiri. Lalu kuputuskan untuk tetap mencintanya. Akulah sang setia. Sesetia lili putih yang ranum. Ia pun tampaknya berbahagia dengan keputusanku. Dan ia datang pada bulan September tahun lalu. Ia tampak semakin menawan. Ia memesonakanku. Tampilannya, sosoknya, perawakannya, inilah kegagahan dan romantisme yang menyatu. Aku mencintainya.
    Dan seperti dugaanku, orang-orang tetap tak menyukainya. Mereka tetap menghindar, meledek, mencaci maki. Hingga segera berlari mereka saat melihatnya datang. Tapi tetap kucintanya.
    Hingga hari berbahagia ini menyambutku. Aku senang sampai-sampai tak sadar tengah tertawa lantang. Kupeluk dan kucumbu sang terkasihku. Betapa indah membayangkan aku dan dia duduk berdampingan. Di singgasana ratu dan raja sehari.
    Sekali lagi kubercermin. Sekali lagi aku resah.
    Aku menunggu sang pengantinku.
    Dia belum datang.

    Dan dia tak jua datang.

    Dia tak datang.

    ....

    Entah berapa lama aku menangis. Menangisku tak lagi sesenggukan. Tapi hingga tak terlihat lagi mataku saking sembabnya.
    "Mengapa, Tuhan?"

    ....

    Tiba-tiba di bulan September tahun ini, dia mengetuk pintu rumahku. Aku kaget. Dia membawa seorang wanita menyeramkan di sampingnya. Dia bilang dia telah menikah. Betapa menyeramkannya wanita itu. Hingga tak mau lagi kuberjumpa dengannya untuk kedua kalinya.
    Dia dan kekasihnya pun pergi. Mereka bertolak dari rumahku. Mereka hilang bersama petir dan kilat yang menyertai mereka datang.
    "Pergi sajalah kau, Gerimis. Bawa kekasihmu ikut serta."
    Ternyata Gerimis, mantan terkasihku, telah menikahi Bencana. Satu hari di bulan Oktober, telah berlangsung pernikahan Gerimis dan Bencana.
    Berbulan-bulan setelahnya, mereka berbulan madu yang panjang. Mereka pergi ke utara, lalu ke barat. Mereka ke gunung, lalu ke laut. Dan kemudian mereka pergi ke kota, membawa oleh-oleh sang malapetaka untuk aku, kakakku, ibuku, ayahku, adikku, pamanku, semua orang.
    Banjir dan longsor di mana-mana.
    Kedua mempelai itu menguasai dunia.
***


Anisa Ami lahir di Bandung, 28 Februari 1987. Penulis dan editor lepas serta bekerja di sebuah penerbitan.