-

Sunday, November 27, 2011

Memperkenalkan Sains Melalui Barang Sederhana


Oleh: NASRULLAH IDRIS
JIKA Anda mempunyai trik bermain sulap, maka tidak salah untuk memperkenalkannya kepada anak-anak, toh masih dalam ruang lingkup sains. Nah, ketika timbul rasa ingin tahu pada diri masing-masing, barulah Anda menerangkan prosesnya secara lengkap. Justru daya tangkapnya di sini akan sangat besar.

Biasanya perolehan pengetahuan yang terdorong rasa penasaran mendalam akan sukar dilupakan dalam waktu lama. Langsung terpatri pada otak. Sedangkan bagi kreator, inovator, dan inisiator, kondisi demikian merupakan modal penting untuk mengkajinya lebih lanjut sampai menghasilkan berbagai item pengetahuan.

Tidaklah berlebihan apabila sulap bernuansa dan berbasis pendidikan dijadikan salah satu upaya meningkakan kecerdasan penonton masyarakat, khususnya siswa sekolah. Jadi dalam operasionalnya tidak sekadar menampilkan atraksi namun penjelasannya secara lengkap. Kalau perlu menyuruh penonton mempraktekkannya sendiri di depan orang banyak.

Jadi awal memperkenalkan sains kepada anak bukanlah dengan mengajarkan rumus, melainkan membawa mereka dalam kehidupan sehari-hari yang setiap saat sering menampilkan berbagai sains. Tepatnya objek-objek yang paling sering ditangkap inderanya atau diraba fisiknya (familiar).

Hanya mereka perlu diberi pengertian tentang istilah tersebut terlebih dahulu. Tegaskanlah bahwa setiap objek yang mereka lihat (mata), dengar (telinga), rasa (lidah), raba (kulit), dan cium (hidung) adalah sains, tanpa kecuali.

Pengajaran ini perlu dilakukan beberapa kali sampai terpatri pada otak mereka bahwa sains sebagai yang terhubungkan dengan kehidupannya sehari-hari. Pembumian ini merupakan modal dasar bagi terbentuknya motivasi pada diri mereka untuk menjadikan pelajaran sains sebagai sumber pemecahan berbagai persoalan teknis yang akan dihadapi setiap hari.

Adanya kesadaran pada diri mereka bahwa sains bisa meringankan kegiatan sehari-hari akan memengeruhi niat bersekolah. Artinya, mereka berkepentingan untuk menguasainya. Malah pengenalan sains perlu sejak dini. Dimulai dengan fenomena sederhana, nyaman, dan praktis, serta disesuaikan dengan kondisi fisik dan psikisnya.

Misalkan menggerakkan bola di lantai. Mulanya menekan dengan pelan ke salah satu arah. Setelah bola bergerak serta diam, ulangi lagi dari tempat yang sama. Kali ini lebih keras. Demikianlah seterusnya. Lalu menyuruh mereka melakukannya sendiri dari berbagai arah, pelan sampai keras.

Yakinlah, cepat lambat akan timbul asumsi pada mereka, semakin keras ditekan, gerak bola akan semakin cepat. Meskipun mungkin mereka belum bisa mengutarakannya melalui bahasa maupun angka, namun merupakan modal dalam mempercepat pemahaman dan perhitungan dalam ilmu gaya.

Kita sering mendengar orangtua yang menanggapi pertanyaan anak dengan cuek. "Ah kamu nanya yang ada-ada saja" atau "Yang itu aja kamu tanya".

Reaksi terus-menerus bisa menimbulkan kesan pada anak bahwa pertanyaannya bersifat nyeleneh, tercela, atau norak. Gilirannya tidak terangsang untuk bertanya. Akhirnya tumbuh menjadi anak tidak ingin tahu. Setelah dewasa pun kreativitas dan inisiatifnya tidak berkembang. Padahal pertanyaan merupakan konsekwensi dari orang berakal.

Jadi memperkenalkan sains pada anak bisa dilakukan sejak dini dengan cara bermain, beraktivitas, dan bereksperimen. Yang penting mereka merasakan suasana enjoy dan fun. Sementara orangtua perlu mempersiapkan jawaban atas kemungkinan munculnya pertanyaan tiba-tiba yang terlontar dari mulutnya.

Jangan anggap pengenalan kepada mereka akan lebih baik dengan barang berharga mahal seperti mobil-mobilan. Belum tentu. Malah kertas koran bekas pun bisa dijadikan materinya yang penting pikiran anak tertuju pada apa yang sedang diperkenalkan.

Dengan mengamati kertas dalam bentuk lembaran yang terbang di ruang tamu sampai topi yang dipakai saat ulang tahun bisa membuat anak bertanya, mengapa begini dan mengapa begitu. Meskipun tidak dilampiaskan secara lisan mengingat hambatan tertentu, yang pasti sudah merupakan credit point intelektual. Jawabannya bisa mereka peroleh pada kesempatan lain.

Semakin luasnya pengetahuan anak tentang kertas saja bisa merangsang kreativitas, analisa, dan kalkulasinya di kemudian hari untuk materi tersebut. Misalkan, saat membuat dus nasi, kartu undangan, sampai topi kertas. Bukan hanya itu. Mereka pun kelak akan mempunyai keragaman cara dalam memperlakukan kertas : menempelkan, mengelem, merobek, sampai merapatkan.

Pengenalan sains kepada anak pun bisa meningkatkan mental positif dan menumbuhkan pola berpikir logis, sekaligus mendorong mereka menjadi anak kaya inspirasi. Otak mereka harus diarahkan seperti pohon asli. Berkembang setiap saat dengan keragaman bentuk. Bukan seperti pohon plastik : indah, terang, dan licin, letaknya pun sering di ruang bebas tanah, tetapi bentuknya itu ke itu saja.

Ambil contoh batang korek api. Bila anak memahaminya secara mendalam akan lebih berpeluang menghasilkan karya cipta hanya dengan modal barang itu. Lain halnya bila dianggap barang biasa. Mungkin mereka kelak hanya pandai menggunakannya untuk menghasilkan api.

Sayangnya, materi sains yang diajarkan di sekolah dasar sering dirasakan terlalu banyak. Yang satu belum dipahami tuntas, yang lain sudah langsung diajarkan. Tiada lain karena tuntutan target waktu pengajaran berdasarkan kurikulum pendidikan. Bagaimana mereka memperoleh waktu cukup untuk merenungkan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari, terutama pengalaman yang terkait pada masa kecilnya?

Meskipun okeleh mereka selalu memperoleh nilai bagus untuk pelajaran tersebut. Tetapi secara psikologis justru membuat mereka merasa terasing. Seolah-olah sains di sekolah tidak berkaitan dengan sains dalam kehidupan sehari-hari. Akhirnya setelah dewasa serta terjun dalam masyarakat tidak mampu mengaplikasikannya.

Pola pengajaran seperti itu hanya akan mencetak lulusan berwawasan klise dalam berucap, bertindak, dan berbuat.

Semewah atau selengkap apa pun sarana peraga, pengajaran sains bisa dikatakan moderen apabila proses dan hasil belajarnya memberikan kemampuan bagi anak menghadapi situasi dan kondisi yang berbeda secara mandiri dalam merumuskan jalan keluar permasalahan di kemudian hari. (Penulis, pemerhati reformasi sains, matematika, dan teknologi)**
Galamedia  Jumat, 18 November 2011

Artikel yang Berkaitan

0 komentar:

-

Post a Comment