-

Sunday, October 23, 2011

Retribusi Curug Malela Tumpang Tindih


NGAMPRAH, (PRLM).- Pengelolaan objek wisata Curug Malela, di Kecamatan Cicadas, Kabupaten Bandung Barat belum dikendalikan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bandung Barat.

Akibatnya, pengelolaan retribusi yang beredar di kawasan objek wisata itu tumpang tindih. "Pihak Perhutani kelola tiket, pihak desa juga kelola tiket. Jadinya terbebani ke pengunjung," ujar Tokoh Masyarakat Kecamatan Rongga Hilman, Selasa (18/10).

Saat ini, kata dia, Objek Wisata Curug Malela dikelola oleh Perhutani dan Pemerintah Desa Cicadas, Kecamatan Rongga. Retribusi yang ganda itu pun sering dikeluhkan pengunjung.

"Seharusnya pihak Disbudpar KBB (Kabupaten Bandung Barat) bisa mengambil alih kelola retribusi tersebut, agar tidak ada kesan tumpang tindih, ujarnya.

Selain itu, pengelolaan yang terpusat oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bandung Barat dinilai akan mampu menata kawasan objek wisata secara terarah sesuai program Pemerintah Kabupaten Bandung Barat.

Dihubungi terpisah, Tokoh Masyarakat Gununghalu-Rongga E. Hidayat juga menemukan keluhan dari para pengunjung terkait dengan pelayanan pariwisata di kawasan Objek Wisata Curug Malela. Akibat keterbatasan infrastruktur menuju air terjun tersebut, pengunjung banyak yang dimanfaatkan oleh warga sekitar.

Memang ironis, warga yang seharusnya diberikan sosialisasi dan edukasi dalam hal kepariwisataan atau pelayanan kepada pengunjung, kurang tahu cara mengambil keuntungan dengan aturan tertentu, ungkapnya.

Ia mencontohkan, jarak dari lahan parkir kendaraan menuju lokasi wisata sepanjang kurang lebih dua kilometer. Dari lahan parkir menuju jalan pendukung Curug Malela itu warga yang menawarkan jasa ojek seringkali mematok tarif terlalu tinggi.

Bahkan ada yang menawarkan jasa ojek hingga Rp 100 ribu untuk satu orang, untuk sampai ke jalan setapak menuju Curug Malela, tutur Hidayat.

Lain lagi dengan pedagang yang berada di sekitar kawasan Objek Wisata Curug Malela. Ia menuturkan, harga barang yang dijual juga dianggap terlalu mahal bagi para pengunjung.

Mungkin itu semua gambaran dari keterbatasan kesulitan tukang ojek yang memang melewati jalan rusak dengan medan berbatu, atau pasokan dagangan para penjual warung yang kesulitan mendapatkan suplai karena lokasi yang jauh, ungkapnya.

Akan tetapi, ia melanjutkan, semua persoalan tersebut bisa dikendalikan dan dikelola dengan baik, jika Pemerintah Kabupaten Bandung Barat membuat aturan yang memberi keuntungan bagi warga maupun pengunjung.

Sementara itu, menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bandung Barat Aos, pihaknya belum dapat mengelola secara penuh setiap objek wisata yang ada di Kabupaten Bandung Barat.

Saat ini kita masih terkendala peraturan daerah yang masih dibahas oleh dewan, ujar Aos, yang juga mengatakan belum dapat mengelola retribusi objek wisata sebelum terbit Perda tentang Objek Wisata tersebut. (A-196/A-26).***

sumber : www.pikiran-rakyat.com

Artikel yang Berkaitan

0 komentar:

-

Post a Comment