-

Sunday, October 09, 2011

Prinsip Dasar Pendidikan Seks pada Anak

Oleh: EDI WARSIDI
ANAK adalah amanah Allah. Setiap orangtua bertanggung jawab untuk mendidiknya. Pendidikan itulah yang kelak menjadi bekal untuk dirinya guna menyongsong masa depan yang penuh tantangan. Islam mengatur masalah pendidikan anak; diarahkan untuk mencapai kesempurnaan akal dan ketahanan fisik. Pendidikan anak dalam Islam pun mengacu agar jiwa sang anak memiliki kesucian sejati.

Salah satu pendidikan bagi anak adalah masalah seksual. Ada anggapan sebagian masyarakat yang menyatakan bahwa masalah seks merupakan masalah yang tabu untuk dibicarakan. Apalagi jika masalah tersebut dikaitkan dengan masalah keagamaan. Ada kecemasan, masalah yang tabu itu akan mencemari dan mengotori kesuciaan nilai-nilai ajaran agama.

Pendidikan seksual dalam Islam merupakan bagian integral dari pendidikan akidah, akhlak, dan ibadah. Pendidikan seksual tidak bisa lepas dari tiga unsur tersebut. Keterlepasan pendidikan seksual dengan ketiga unsur akan menyebabkan ketidakjelasan arah dari pendidikan seksual. Bahkan, mungkin akan menimbulkan kesesatan dan penyimpangan akibat nafsu manusia semata-mata.

Allah swt berfirman, "Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang telah diturunkan Allah dan janganlah kamu menuruti hawa nafsu mereka." (Q.S. Al-Maidah).

Penanaman identitas

Sudah menjadi sunnatullah bahwa segala sesuatu diciptakan Allah secara berpasang-pasangan. Allah telah menciptakan malam diiringi dengan siang. Ada benar, ada salah. Begitu pula dengan adanya penciptaan manusia berjenis laki-laki dan wanita sebagai pasangannya. Allah berfirman, "Segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah." (Q.S. Adz-Dzariat: 49).

Dalam surah al-Fathir ayat 11, Allah juga telah berfirman, "Allah menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan-pasangan (laki-laki dan perempuan."

Secara fisik atau psikis, antara lelaki dan wanita memiliki perbedaan yang mendasar. Dari segi fisik telah berhasil diungkapkan bahwa struktur badan laki-laki sangat berbeda dengan struktur badan wanita. Otot laki-laki lebih kencang, begitu juga dengan jantung, paru-paru, dan otak laki-laki lebih berat dari pada wanita. Dari sisi psikis, laki-laki lebih besar sifat agresivitasnya, dominasi, dan motif berprestasi, sedangkan wanita lebih besar rasa ketergantungan, orientasi sosial serta memiliki kecenderungan untuk mudah putus asa (Encyclopedia Britanica, vol. 19, 1980).

Karena perbedaan tersebut serta peran dan fungsi yang berbeda, Islam memberikan panduan untuk menjaga fitrah masing-masing. Ilam menghendaki agar lelaki memiliki kepribadian yang benar-benar maskulin dan wanita benar-benar memiliki kepribadian yang feminin. Islam tidak menghendaki kepribadian lelaki yang menyerupai wanita. Begitu pula sebaliknya, Islam tidak menghendaki kepribadian wanita yang menyerupai laki-laki.

Pada masa sekarang, pendidikan semacam itu sudah tidak menjadi perhatian lagi. Begitu derasnya slogan emansipasi bagi kaum wanita mengakibatkan mereka lupa terhadap keadaan fitrahnya. Banyak anak wanita yang terjerat pada pola pendidikan yang salah sehingga fitrah kewanitaannya tidak tampak lagi. Secara tidak langsung, wanita melakukan defeminitation of woman, menghilangkan sifat-sifat kewanitaan secara berangsur-angsur. Akibatnya, muncul kelalaian pada diri wanita tersebut, yakni terbentuknya sifat penolakan terhadap segala peran yang bersifat keibuan (mother-blood rejection).

Pendidikan yang mampu membangkitkan sikap maskulin pada diri anak, akan amat berguna untuk pelatihan dalam menumbuhkan semangat jihad. Untuk jihad menegakkan kalimatullah, sangat dibutuhkan putra-putra Islam yang tangguh. Mereka memiliki keberanian, kesungguhan sikap, siap menanggung risiko, memiliki rasa percaya diri, dan bertanggung jawab. Itu semua tentunya dilandasi keimanan yang kokoh, jiwa militan yang tinggi serta tubuh yang sehat. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika anak laki-laki khususnya, didik agar mampu menguasai alam (berenang), terampil memainkan senjata (memanah), dan tangkas dalam mengemudikan peralatan atau kendaraan (berkuda). Sebagaimana hadis ini, "Ajarilah anak-anakmu berenang, memanah, dan latihlah mereka menunggang kuda hingga mahir." (H.R. Baihaqi).

Pendidikan untuk menanamkan kepribadian feminim harus ditanamkan sejak dini pada anak wanita. Anak-anak wanita suka melakukan role playing, bermain peran yang diperagakan langsung oleh anak, sangat baik untuk membentuk watak. Misalnya, mereka berpura-pura menjadi seorang ibu, bermain rumah-rumahan, masak-masakan, dan bermain dengan boneka. Melalui role playing tersebut diharapkan anak wanita akan berkepribadian sesuai dengan fitrahnya, bersikap dan perilaku anggun, halus, lembut, dan feminin.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Bukhari, dapat dijadikan sebagai contoh bahwa permainan seperti boneka sangat tepat untuk anak perempuan. Aisyah berkata, "Saya biasa bermain boneka di hadapan Rasulullah saw." (H.R. Bukhari).

Metode pendidikan tersebut perlu diperhatikan dan dijadikan acuan untuk para orangtua dalam mendidik anak agar anak tumbuh berkembang sesuai dengan fitrahnya. Dengan begitu, anak akan terhindar dari perbuatan tasyabuh, meniru atau menyerupai perbuatan lawan jenisnya. Perbuatan semacam itu akan mendapat laknat dari Rasulullah saw., sebagaimana hadis berikut, "Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, 'Rasulullah saw melaknat laki-laki yang berlagak wanita dan wanita yang meniru laki-laki'".

Abdullah Nasih (dalam majalah Yaum Al-Quds, edisi bahasa Indonesia, No. 35, Rabiul Awal, 1413 H) menukil sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan ath-Thabrani dari seorang laki-laki dari Hudzail, "Saya melihat Abdullah bin Amr bin 'Ash, rumahnya berada di luar tanah Haram, sedangkan masjidnya berada di tanah Haram. Laki-laki itu kemudian berkata, 'Ketika aku sedang bersamanya, dia melihat Ummu Sa'id binti Abu Jahal di lehernya bergantung busur dan dia berjalan dengan gaya laki-laki.' Abdullah bertanya, 'Siapakah perempuan itu?' Aku menjawab, 'Itu adalah Ummu Sa'id binti Abu Jahal.' Abdullah berkata, 'Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda, 'Bukanlah dari golonganku wanita yang menyerupai laki-laki dan laki-laki yang menyerupai wanita.'"

Betapa luhurnya metode pendidikan yang diterapkan Rasulullah saw. Dalam mendidik anak-anaknya. Beliau telah memberikan teori mendasar untuk pembentukan jiwa maskulin pada laki-laki dan feminim pada wanita. Pendidikan seksual yang diajarkan dalam Islam ini perlu dikembangkan dan diterapkan semata-mata untuk melindungi kesucian fitrah yang terdapat pada diri anak sehingga laki-laki tidak memiliki kepribadian kewanita-wanitaan, sebaliknya wanita tidak kelaki-lakian.

Perbedaan antara laki-laki dan wanita dalam pandangan Islam, bukan untuk saling merendahkan antara satu dan yang lainnya. Akan tetapi, semata-mata karena fungsi yang kelak diperankan oleh masing-masing jenis kelamin tersebut, sedangkan kedudukan di sisi Allah adalahketakwaannya. (Penulis adalah penulis buku dan pengajar di Prodi Editing, Fakultas Sastra, Unpad)** Galamedia

Artikel yang Berkaitan

0 komentar:

-

Post a Comment